Annyeonghaseyoooo
Aku dapet titipan ucapan rasa terimakasih nih dari BabyKim buat para chingudeul yang udah setia baca beloved moment. Kemarin aku cek statistik pembaca beloved moment sampe seribu ternyata WOW kan. Tapi yang coment masih ratusan, mana nih yang pada baca tapi ga komen L
Okay! Gidaehaedo joha, Let’s Go!
Title : Beloved Moment / Chapter 7
Main Pair :Choi Sooyoung, Cho Kyuhyun
Other Cast : Yeyul, Sifany, YoonHae, and other
Rated : 17+
Warning : OoC, typo bertebaran dimana-mana -terlihat maupun tersembunyi-, umur tidak sesuai, tema umum
Disclaimer : Cast milik dirinya sendiri (namun masih tanggung jawab orang tua dan dibawah naungan Tuhan), Super Junior teken dan SNSD kontrak sama SM Entertainment. Saya hanya pinjam nama dan karakter. Ff ini di post oleh Chovenna atas persetujuan dari penulisnya Babykim. Gomawo ^^ follow my twitter @ChoVenna
Please Do Not Bashing The Chara!
Thank you
Happy Reading ^^
.
.
“Apa maksudmu mendampingi? Saksi apa? Apa yang Kyuhyun lakukan?” Sooyoung mulai tak sabar.
Yoona menoleh menatap Donghae yang masih terdiam. “Hae?”
Donghae menoleh. Saling bertatapan lama dengan Yoona sebelum berucap, “hubungi ayahmu. Katakan Kyuhyun dikantor polisi.”
Sooyoung menegang. Kedua bola matanya terlihat bergerak gelisah.
Dengan pelan, Yoona mendekati Sooyoung dan meremas jemarinya pelan. “Kyuhyun tidak apa-apa.”
.
.
“Bagaimana kabarmu?”
“…”
“Eomma?”
“…”
“Apa sudah sehat?”
“…”
“Eonnie merasa bersalah meninggalkan kalian.”
“…”
“Eonnie baik-baik saja.”
“…”
“Jaga kesehatanmu.”
“…”
“Ne.”
Pip
Pembicaraan antara kedua yeoja itu terputus. Sang adik yang berada jauh dikampung halaman menelponnya. Memberi kabar mengenai kesehatan sang ibu yang belakangan ini sedang tak baik. Yeoja itu meletakkan handphonenya dimeja lipat kecil diatas karpet. Merebahkan dahinya digenggaman kedua tangannya yang tertumpu diatas meja. Kepalanya pusing saat ini. Bukan karena tugas sekolah yang tak ada habisnya. Namun berbagai masalah kehidupan yang menimpa dirinya dan orang disekitarnya membuatnya sedikit merasa terbebani.
Jam dinding dikamar itu sudah menunjukkan angka 11. Yeoja itu, Sooyoung, merapikan buku-bukunya, melipat meja kecilnya, dan menyimpan keduanya ditempat semula. Dengan lesu Sooyoung menutup tirai jendelanya yang terbuka menampakkan bintang-bintang yang berpendar seperti titik-titik lampu digelapnya malam. Menguap beberapa kali dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut, tanpa sadar bahwa keempat kamar yang berada dilantai 4 terang benderang dengan lampu yang menyala. Menandakan bahwa semua penghuninya ada dikamarnya masing-masing.
.
.
“Aku tidak tahu Pa. Aku tidak mengawasinya 24 jam penuh. Tapi beberapa hari ini dia memang selalu diasrama. Tidak pernah keluar. Kalau keluar dia pasti memberitahukanku.”
“…”
“Ya. Dia lebih banyak dengan Siwon dan Tiffany. Ada beberapa olimpiade yang akan diikutinya. Jadi mereka belajar bersama.”
“…”
“Dia bukan anak kecil, Papa. Diapun pasti tidak mau jika harus aku ikuti terus.”
“…”
“Kenapa Papa tidak bicara langsung padanya?”
“…”
“Ya aku tahu dia keras kepala. Tapi dia pasti mendengarkan Papa juga.”
“…”
“Bodyguard? Papa yakin? Dia sudah pasti tak akan mau.”
“…”
“Ya. Aku mengerti.”
“…”
“Baiklah.”
Donghae memandang kekasihnya yang tengah mengurut pelipis saat ini. Sambungan telepon antara yeoja dan ayahnya itu baru saja terputus. Dia tahu betul apa dan siapa yang menjadi isi pembicaraan itu. Sang adik yang seharian ini membuat keluarga Im pusing.
“Jangan terlalu banyak dipikirkan chagi. Kyuhyun juga sudah kembali.”
Yoona menoleh. Melemaskan kepalanya agar rileks. “Ya. Hanya saja kami bingung. Bagaimana Jay bisa kembali.”
Donghae menarik kedua sudut bibirnya dan menggerakkan tangan agar Yoona mendekatinya. Yeojanya menurut. Yoona bangkit dan mendudukkan diri dipangkuan Donghae yang sudah merentangkan kedua lengannya. Seraya tersenyum Donghae memeluk yeojanya dan mencium kepala Yoona yang tergolek lemah dibahunya.
“Saranghae,” ucap sang namja.
“Hm,” gumam Yoona.
Donghae terkekeh kecil. Melihat yeojanya dengan dahi yang berkerut, bibir yang mengerucut maju, membuatnya terlihat lucu. Dikecupnya pelan bibir itu. Bingung kenapa Yoona menjawab ogah-ogahan seperti itu? Seperti itulah saat yeoja itu sedang banyak pikiran.
“Sudahlah chagi,” Donghae meletakkan dagunya diatas pucuk kepala Yoona, “seharusnya kau tersenyum karena Kyuhyun memang tak bersalah. Tak seperti apa yang Jay tuduhkan.”
Yoona meletakkan jemarinya didada Donghae dan memainkannya disana. Menggerakkan ujung telunjuknya membentuk berbagai pola. “Ya. Seharusnya. Tapi Papa memintaku mengawasi Kyuhyun mulai saat ini. Kau bayangkan saja. Setiap saat berada disampingnya? Uugh… Papa sungguh baik. Terima kasih,” cibir gadis itu.
Donghae terkekeh. “Tidak. Bukan seperti itu. Kau tidak harus berada disampingnya 24 jam penuh.”
Yoona menegakkan kepalanya dan memandang Donghae tajam. “Kau juga bisa menebak apa isi pembicaraanku dengan Papa tadi di telepon.”
Donghae tersenyum. “Ya. Aku dengar.”
“Jika bukan aku, maka akan ada bodyguard yang menjaga Cho itu,” lanjut Yoona sambil bersungut.
“Ya.”
“Pilihannya hanya itu. Bodyguard, atau aku yang menjaganya. Tidak mungkin akan ada bodyguard berkeliaran disini. Aku tidak suka dan siswa lain juga pasti terganggu. Pilihan lainnya berarti ak-“
“Hei.”
Ucapan Yoona yang penuh kekecewaan dan emosi itu terhenti. Donghae memegang kedua pipinya dan mengecup salah satunya lembut. “Bukan berarti harus kau yang menjaganya.”
“Lalu?”
Donghae terlihat berpikir. “Emm… Minta tolong pada orang lain yang lebih memungkinkan untuk terus berada disamping Kyuhyun, mungkin?”
“Huh?”
Donghae mengangguk. Terlihat lebih yakin kini. “Ya. Dan mungkin Kyuhyun pun tak keberatan jika orang itu berada dekat terus dengannya.”
Yoona memutar kedua bola matanya. “Menurutmu, tipe orang yang masuk kriteria seperti itu siapa? Mantan teman kencannya? Jika itu terjadi, bukan hanya dia yang aku marahi, tapi kau juga. Memberi kesempatan teman kencan Kyuhyun untuk terus dekat dengannya sama saja dengan memberi kesempatan Kyuhyun untuk melakukan hal tak bermoral lagi.”
Donghae tertawa. “Bukan teman kencannya, chagi.” Donghae mencubit pipi Yoona gemas dan mendapat erangan kesakitan dari pemilik pipi. “Tapi temanmu.”
Yoona berhenti mengelus pipinya yang memerah dan mulai terlihat tertarik. “Temanku? Nugu?”
“Sooyoung misalnya?”
Yoona memandang manik mata Donghae. Berpikir. Beberapa saat kemudian senyumnya mengembang dan bersorak. “Kau benar!”
Donghae sigap memeluk pinggang yeojanya yang duduk dipangkuannya agar tak jatuh karena sedang bergerak atraktif. Terlalu senang karena melepaskan kewajibannya menjaga Kyuhyun pada ayahnya mungkin?
.
.
“Benar Kyuhyun sudah pulang, oppa?” Yuri membenarkan bantal yang digunakannya. Selimut tebal berwarna merah dengan motif bola-bola kecil menutupi tubuhnya hingga sebatas dada. Matanya lekat menatap Yesung yang sedang duduk santai disofa menonton televisi sambil sesekali menyesap lemon tea hangatnya.
“Hm.”
“Lalu?”
“Lalu?” tanya Yesung balik. Bingung.
“Lalu apa oppa.”
“Ya tidak ada apa-apa.”
Yuri menggeram kecil. Kekasihnya itu sama sekali memang tak respek pada keadaan. “Ceritakan padaku.”
“Apa?” Yesung mengambil toples cookies dari atas meja dan mulai memakannya.
“Oppa, bertingkahlah seperti orang dewasa.” Yuri mulai tak tahan.
Yesung memandang kekasihnya bingung. “Ada apa sih?”
“Pembicaraan ini membosankan. Apa tidak ada skenario lain didalam kepala besarmu itu, oppa?” Yuri berang.
Tak ada jawaban. Ingin rasanya Yuri meminjam palu dari tukang reparasi sekolahnya dan melempar Yesung dengan benda berat itu. Tapi agaknya dia harus bersabar.
“Siapa Jay?” Yuri memilih mulai dari awal.
“Ketua geng jalanan Kyuhyun dulu.” Great. Tanggapan bagus atas pertanyaan Yuri.
“Kenapa Kyuhyun bisa dilaporkan pada polisi?”
“Anak buah Jay tertangkap karena mencuri uang dibank dan membuat satpam banknya kritis. Anak buah tertangkap, otomatis ketuanya bisa terlacak.” Yesung mematikan televisi dan berjalan menuju lemari. Mencari piyamanya dan hendak berganti baju.
“Hubungannya dengan Kyuhyun?” Yuri mulai penasaran. “Bukannya Kyuhyun sudah tak pernah bergabung dengan mereka lagi?”
“Memang.” Yesung membuka bajunya dan menggantikannya dengan piyama tidur. Yuri yang melihat pemandangan itu tepat didepan mata menutup wajahnya dengan selimut. Meskipun pernah melakukan ‘itu’, bukan berarti Yuri tak malu melihat tubuh topless namjachingunya sendiri kan?
“Tapi Jay sempat menyebut nama Kyuhyun. Jadi, ya begitu,” jawab Yesung ogah-ogahan. Piyamanya kini sudah terpasang lengkap. Sedikit merenggangkan tubuhnya yang lelah, namja itupun lalu membaringkan tubuh disamping kekasih mungilnya.
“Kena-“
“Ssshh,” Yesung memotong. Mata namja itu sudah terpejam. Kamar mereka kini terlihat remang-remang dari lampu tidur karena Yesung sudah mematikan lampu utamanya. “Aku mau tidur.”
“Tapi kau belum selesai bercerita, oppa,” sungut Yuri.
“Besok Yoona pasti akan menceritakannya padamu. Dengan tambahan-tambahan khas yeoja yang sering kalian bicarakan itu. Sekarang, aku mau tidur.” Yesung merentangkan lengannya, “peluk aku.”
Yuri berkedut kesal dan membalikkan tubuhnya membelakangi Yesung, “tidak mau.”
Yesung yang memang tak banyak bicara, tak menanggapi omelan ringan kekasihnya. Masih dengan mata yang terpejam, namja itu mendekatkan tubuhnya pada tubuh kekasihnya dan memeluknya dari belakang. “Saranghae.”
“Aku tidak.” Yuri masih kesal.
Telapak tangan Yesung bergerak membelai perut Yuri. “Dan anakku, saranghae. Appa menyayangimu.”
Yuri terpana. Yeoja itu kini terdiam. Nyaris air matanya menetes jika saja Yesung tak membalikkan tubuhnya dan memeluknya.
Melihat kekasihnya yang hampir saja mulai melankolis, Yesung terkekeh kecil. “Jangan menangis. Jagoan kita tidak akan suka jika eommanya cengeng.”
“Kenapa oppa menyebutnya. Diperutku sudah tidak ada apa-apa lagi,” rengek Yuri manja.
“Suatu saat akan ada. Kita tunggu saja.” Yesung mengecup kening kekasihnya. “Sekarang tidur.”
Yuri mengangguk dan mengecup pipi Yesung. Mengalirkan rasa cintanya lewat kecupan-kecupan kecil yang manis.
“Saranghae oppa.”
“Nado saranghae”
.
.
“Melelahkan sekali.” Tiffany menelungkupkan tubuhnya diranjang besar dikamarnya dan Siwon. Sedangkan namjanya baru saja keluar darikamar mandi dengan rambut yang masih basah.
“Ya sudah. Tidur saja. Kau juga sudah mandi kan,” saran kekasihnya.
“Hm.” Tiffany menuruti perkataan Siwon dan mulai memejamkan mata. Hampir saja ia terlelap ketika sebuah benda disematkan diantara jari-jarinya. Diliriknya benda itu dari matanya yang terbuka.
“Choi Siwoooonn……” erang Tiffany. Yeoja itu menggeliatkan badannya liar. Nyaris kakinya mengenai kepala Siwon yang sedang duduk dilantai bersandar pada sisi ranjang.
Siwon terkekeh. “Ayolah Tiffany. Ini sudah malam dan dingin. Aku juga ingin cepat tidur. Kau bilang jika aku tidur dengan rambut yang masih basah, aku bisa sakit.”
“Ughh…” Tiffany bangkit dan mulai menggerakkan benda yang dipegangnya kini. Hairdryer. “Kau kan bisa sendiri.”
“Aku maunya kau yang mengeringkan rambutku.”
Tiffany duduk bersila diatas ranjang dengan Siwon yang membelakanginya. Ditoyornya kepala Siwon. Membuat namja itu mengaduh namun juga tertawa.
Bunyi mesin pengering rambut itu kini menjadi satu-satunya suara dikamar mereka. Tak ada ocehan kesal dari Tiffany atau godaan dari Siwon. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.
“Tiffany.” Sang namja akhirnya bicara. Tak tahan dengan suasana yang sepi.
“Hm?”
“Kau dengar apa yang Kyuhyun ucapkan saat kita pulang tadi?”
“Apa?”
“Mungkin dia akan balas dendam pada Jay.”
“Balas dendam?” Tiffany menghentikan sebentar kegiatannya mengeringkan rambut Siwon yang sudah setengah kering kini. “Untuk apa dia balas dendam. Toh Jay juga dipenjara sekarang.”
“Kyuhyun bilang Jay mengetahui tentang Sooyoung. Itu membuatnya khawatir.”
“Sooyoung?” Tiffany mengernyitkan dahinya bingung. “Dia kenal darimana?”
Siwon menggedikkan kedua bahunya. “Entahlah.”
“Kyuhyun pasti akan sangat memikirkan itu. Dia tak akan membiarkan mereka melukai Sooyoung sedikitpun.”
“Ya.” Siwon mengangguk. “Dia menyayangi Sooyoung.”
“Tentu saja,” Tiffany menyetujui ucapan kekasihnya. “Itu terlihat dengan sangat jelas.”
“Hei,” Siwon membalikkan tubuhnya. Memandangi Tiffany yang menunggunya bicara. “Bagaimana jika Kyuhyun dan Sooyoung bersatu?”
“Pacaran maksudmu?”
Siwon mengangguk. Senyum jahilnya tercipta. Membentuk dua lubang dimasing-masing pipi namja tampan itu.
Tiffany tertawa. Siwon amat menyukai tawa kekasihnya yang renyah ini. Menjadi salah satu melodi yang indah baginya.
“Bagus, tentu saja.” Tiffany menunjukkan cengirannya. “Kyuhyun beberapa hari belakangan terlihat sangat kacau. Dan itu karena Sooyoung. Hanya Sooyoung yang bisa mengubah mood Kyuhyun seperti itu. Sooyoung juga mampu untuk menenangkan Kyuhyun. Berbeda dengan Yoona yang hanya mendiaminya jika Kyuhyun sudah merengek.”
Siwon mengambil pengering rambut dari tangan Tiffany dan menyimpannya kembali di tempatnya semula dimeja rias. “Tapi apa menurutmu Sooyoung juga menyukai Kyuhyun?”
Tiffany terlihat berpikir. “Entahlah. Aku tak tahu.”
“Tapi kau tahu kan kalau aku menyukaimu?” goda Siwon. Namja itu kini mendekati Tiffany dan mendekatkan wajahnya.
Tiffany terkekeh seraya menutup mulutnya sesaat. “Kau bukan hanya menyukaiku. Tapi kau menggilaiku, Tuan Choi.”
Siwon tersenyum dan mengecup bibir kekasihnya. “Ayo kita tidur.”
“Baiklah.”
Tiffany kembali merebahkan tubuhnya pada posisinya semula. Menelungkupkan tubuh dan memiringkan kepalanya menghadap Siwon yang berbaring disampingnya.
“Lehermu bisa sakit jika tidur seperti itu Tiffany,” komentar Siwon saat melihat posisi tidur kekasihnya yang menurutnya tak nyaman.
“Aku sedang ingin tidur seperti ini, Siwonnie.” Suara Tiffany terdengar manja. Membuat Siwon berdesir.
“Tapi itu bukan posisi tidur yang bagus.”
“Kalau begitu biarkan aku tidur seperti ini. Lalu ubah posisinya saat aku sudah tidur pulas nanti,” mohon Tiffany. Matanya sudah terpejam.
Siwon tak mengiyakan, namun juga tidak melakukan apa-apa. Dia hanya memandangi wajah cantik kekasihnya yang sedang berusaha melelapkan diri. Namja itu tersenyum. Menelusuri lekuk wajah kekasihnya sama seperti menelusuri dunia untuk mendapatkan harta karun. Dan harta karun seorang Choi Siwon ada pada seorang Tiffany Hwang yang berbaring tepat disamping namja itu. Berkali-kali namja itu mengucap syukur pada Tuhan. Kekasihnya masih mau terus menemaninya selama bertahun-tahun. Menghadapi sifatnya yang terkadang diapun tak bisa mengerti. Bukannya Siwon tak sadar akan kecanduannya pada Tiffany. Dia sadar dan dia pun tahu bahwa kadang Tiffany tersiksa dengannya yang tak bisa berada jauh dari yeoja itu. Tapi tak ada keluhan yang keluar dari bibir tipis merah milik yeojanya itu. Hanya senyuman yang kadang diberikan Tiffany saat Siwon mulai mendominasinya.
Dan sesuai permintaan Tiffany, dengan perlahan Siwon mulai membenarkan posisi tidur Tiffany dan memeluk kekasihnya saat sudah terlelap. Meskipun membuatnya tetap terjaga lebih lama dengan tubuh yang terlalu lelah.
.
.
Baru saja Sooyoung menutupi tubuhnya dengan selimut saat dia mendengar suara kunci yang sedang dimasukkan kelubang kunci dipintu. Yeoja itu waspada. Telinganya tak salah mendengar. Pintu yang dimasuki kunci itu adalah pintu kamarnya. Sooyoung melirik jam dinding dan terbelalak. Hei. Ini sudah sangat larut malam. Siapa yang iseng memainkan kunci pintu malam-malam begini. Sedetik kemudian yeoja itu meringis ketakutan. Oh, semoga bukan seperti yang dibayangkannya. Sudah terlambat bagi Sooyoung untuk beranjak dari ranjangnya dan bersembunyi. Pintu itu sudah terbuka sekarang.
“Siapa?” lirih Sooyoung. Suaranya begitu kecil seakan tenggorokannya tercekik.
“Kau belum tidur?”
Sooyoung makin takut saat mendapati suara namjalah yang didengarnya. Oh Tuhan. Apa ini seperti yang dipikirkannya? Maling?
“Sooyoung?”
Sooyoung terkejut. Namja itu memanggil namanya. Berarti namja itu mengenalnya?
“Hei.” Namja itu mendekati ranjang Sooyoung setelah menutup pintu kamar. “Ini aku, Kyuhyun.”
Manik mata Sooyoung membulat. “Kau sudah pulang?”
“Ya. Baru saj-“
Bugh!
“Aduh. Hei! Pelan-pelan saja!” Kyuhyun bersungut kesal saat mendapati Sooyoung berhambur memeluknya. Eh? Memeluknya? Kyuhyun menyeringai.
“Kau itu kenapa sih? Bisa-bisanya berurusan dengan polisi?!” omel Sooyoung. Kyuhyun kini mengaduh sakit karena Sooyoung memukuli punggungnya.
“Jangan memukulku seperti ini. Sakit!” ringis Kyuhyun.
Sooyoung lantas melepas pelukannya dan berjalan mundur. Duduk dipinggir ranjangnya. “Maaf.”
Kyuhyun berjongkok didepan Sooyoung. “Kau merindukanku?”
“Aku mengkhawatirkanmu!”
Kyuhyun tersenyum. “Kau peduli padaku?”
Sooyoung sadar bahwa Kyuhyun sedang menggodanya kini. “Aku tidak pernah melihat seseorang ditangkap polisi didepan mataku secara langsung seperti itu,” kilah Sooyoung.
“Baiklah. Baiklah.” Kyuhyun mendorong bahu Sooyoung agar yeoja itu berbaring. “Tidur.”
“Oh ya, kenapa kau bisa masuk kamarku?” tanya Sooyoung heran seraya memakai kembali selimutnya. “Kau mengambil kunci Yuri?”
“Tidak.” Kyuhyun menggeleng. Namja itu kini duduk dilantai dan berhadapan dengan Sooyoung yang berbaring miring. “Aku menduplikat kunci kamarmu.”
“Eh?”
Kyuhyun tertawa.
“Kau kurang ajar. Kau tahu?” Sooyoung bersungut.
“Aku hanya menduplikatnya. Aku tak pernah mengambil apapun disini,” kilah Kyuhyun. Ciuman yang hampir tiap malam kau nikmati itu bukan termasuk curian, Tuan Cho?
“Apa yang kau lakukan disini? Kapan saja kau biasa masuk?” Sooyoung memicingkan matanya memandang Kyuhyun. Curiga juga dia dengan namja itu. Tentu saja. Bisa saja kan Kyuhyun pernah melakukan hal yang tak diketahuinya?
“Kadang lampumu masih hidup saat malam. Jadi aku hanya mematikannya saja.” Kyuhyun bicara seraya mengalihkan wajahnya. Tak berani menatap Sooyoung yang sedang memandangnya lekat-lekat.
“Kau bohong,” tuduh Sooyoung. Tepat.
“Tidak!” seru Kyuhyun tak mau kalah.
“Bohong.”
“Tidak.”
“Terserah apa katamu. Tapi aku tak percaya.” Sooyoung merapikan selimutnya dan berbalik memunggungi Kyuhyun. Belum sempurna dia berbalik, yeoja itu kembali pada posisinya yang semula dan menatap Kyuhyun yang sedang tertunduk. “Hei Kyu.”
“Hm?” Kyuhyun mengangkat wajahnya.
“Kau tak mau bercerita padaku? Kau tahu, aku, mmm… penasaran,” ucap Sooyoung seraya mengalihkan pandangannya.
“Aku harus mulai darimana?”
“Kenapa kau bisa ditangkap polisi?” Sooyoung kembali bertatapan dengan Kyuhyun. Dia tahu, namja itu sedikit sulit memulai cerita jika tak diajukan pertanyaan terlebih dahulu.
“Koreksi,” Kyuhyun menyilangkan kedua lengannya membentuk X. “Sedikit urusan. Bukan ditangkap.”
“Sama saja,” cibir Sooyoung. “Jadi?”
“Kau tahu kan dulu aku pernah bergabung dalam geng jalanan?” Kyuhyun menyingkap sedikit selimut Sooyoung dan mencari tangan gadis itu. Sooyoung yang mengerti, mengeluarkan sebelah tangannya dan membiarkan Kyuhyun memainkan jemarinya. Yeoja itu paham. Kyuhyun memang sangat suka memainkan jemarinya. Tapi namja itu menjadi sangat butuh jemarinya saat bercerita.
Sooyoung mengangguk. “Ya. Yuri pernah menceritakannya.”
“Ketua gengnya, Jay, tertangkap. Saat diinterogasi, dia mengatakan pada polisi bahwa aku menjadi penyokong dana geng mereka.”
“Kau?” Sooyoung terkejut.
“Tidak. Tidak.” Kyuhyun menggeleng. “Aku sama sekali tidak terlibat.”
Sooyoung mengernyit. Masih belum bisa menyatukan potongan-potongan kalimat yang diucapkan Kyuhyun.
Melihat Sooyoung yang masih bingung, Kyuhyun menyamankan duduknya dan mulai menyiapkan kata-kata. “Aku tidak bisa bercerita dengan baik. Jadi begini. Anak buah Jay tertangkap saat merampok bank. Jay juga tertangkap. Jay bilang aku terlibat dalam geng mereka. Padahal aslinya tidak. Mereka sedang kekurangan dana. Jay memang menelpon dan meminta uang padaku. Tapi tak kutanggapi.”
“Kau tak bohong?” tanya Sooyoung menyelidiki.
Kyuhyun menggeleng. “Tidak. Aku mengatakan yang sebenarnya.”
“Lalu Tiffany dan Siwon?”
“Mereka sebagai saksi. Kebetulan beberapa hari belakangan aku lebih sering bersama mereka. Ada sesuatu yang kami persiapkan. Polisi juga membawa buku catatan nama murid yang keluar asrama. Dan aku memang belum ada keluar asrama.”
Sooyoung menghembuskan nafasnya lega. Setidaknya Kyuhyun memang tidak kembali kesifatnya yang dulu.“Ah, ya. Kenapa kau memberikan pistolmu padaku?”
Sooyoung bisa merasakan telapak tangan Kyuhyun yang lebar menggenggam tangannya begitu erat. Sangat eratnya hingga dia mengaduh kesakitan. Kyuhyun meremas tangannya. Sooyoung yang mengaduh kecil mendelik pada Kyuhyun. Namun yeoja itu langsung terdiam. Tatapan Kyuhyun tajam mengarah padanya. Sooyoung menebak. Kyuhyun sedang emosi?
“Jay…”
“Ya?”
“Dia pernah menyebut namamu. Dia mengenalmu.”
Sooyoung menegang. Jay? Bagaimana bisa dia tahu akan dirinya?
“Aku menyuruhmu menyimpan senjataku untuk berjaga-jaga saja. Takut ada yang mencelakaimu.” Remasan Kyuhyun kini melembut. Jemari itu kembali terpaut dan saling mengelus.
Sooyoung terdiam. Berarti, Kyuhyun mengkhawatirkannya? Darah yeoja itu berdesir.
“Tapi aku tak bisa menggunakannya, Kyu.”
“Kalau terpaksa, kau akan bisa. Tapi sebisa mungkin aku akan menjagamu. Lagipula Jay sudah dipenjara sekarang. Dia tak mungkin akan menyakitimu.”
Wajah Sooyoung terasa hangat. Kyuhyun akan menjaganya. Berarti mereka akan sering bersama. Sooyoung kembali merasakan wajahnya semakin hangat. Apalagi kini Kyuhyun menempelkan punggung tangannya dipipi namja itu.
“Tanganmu halus sekali, Soo.”
“Mmm… Y-ya.”
Hening sejenak sebelum Sooyoung memutuskan untuk bertanya sesuatu. “Apa yang kau lakukan bersama Siwon dan Tiffany?”
Kyuhyun meletakkan dagunya disisi ranjang. Membuatnya bisa menatap Sooyoung dengan lebih jelas karena wajah mereka yang berdekatan. “Ada beberapa olimpiade. Dan Siwon hyung memintaku untuk berpartisipasi.”
Sooyoung kembali antusias. “Olimpiade apa? Kenapa kau tidak memberitahuku?”
“Matematika. Bagaimana aku bisa memberitahukanmu, kau selalu menghindariku beberapa hari ini.”
Sooyoung menegang. Kejadian malam itu kembali hinggap dipikirannya. Saat Kyuhyun memaksanya, menyentuhnya, menciumnya kasar, dan… Ah! Sooyoung memejamkan mata, berharap kejadian itu bisa cepat menghilang. Kenyataan bahwa hari ini Kyuhyun terjebak dikantor polisi sedikit melupakan alasannya menghindar dari namja itu.
“Soo.”
Sooyoung membuka matanya dan menatap Kyuhyun yang sedang menampakkan raut khawatirnya.
“Kau tidak kembali kekamarmu Kyu?” Sooyoung menarik tangannya yang sedari tadi digenggam Kyuhyun dan mengubah posisi berbaringnya menjadi duduk. Kembali waspada seandainya Kyuhyun akan berbuat nekat. Jika dia berbaring, tentu saja akan mudah dilumpuhkan kan? Meskipun jantungnya berdebar jika Kyuhyun ada didekatnya, namun tetap saja kenangan malam itu membayangi pikirannya. Oh, Sooyoung merasa bodoh saat ini. Kenapa dia bisa lupa akan hal itu?
“Hei hei.” Kyuhyun meraih kedua tangan Sooyoung dan menenangkan gerakan gelisah dari yeoja itu. “Aku minta maaf.”
“Huh?”
“Aku minta maaf. Aku sedang mabuk saat itu. Aku benar-benar tidak sengaja Sooyoungie.”
Sooyoung diam. Belum berniat bicara lebih banyak atas permintaan maaf Kyuhyun.
“Yoona noona bilang aku kacau sekali belakangan ini. Aku tidak tahu. Tapi rasanya ada yang aneh saat tahu kau menghindariku. Rasanya tak enak. Membuatku sangat tersiksa dan terbebani.” Kyuhyun menatap lekat manik Sooyoung yang balas menatapnya dengan sedikit pancaran ketakutan.
“Soo,” lirih Kyuhyun.
“Mmm… A-Aku mau tidur Kyu. Ini sudah saat malam. Sebaiknya kau kembali kekamarmu,” ucap Sooyoung ragu.
“Aku tidak akan kemana-mana sebelum kau memaafkanku.” Kyuhyun memantapkan diri duduk dilantai dengan melipat kedua kakinya. Matanya tajam menatap manik mata Sooyoung yang bergerak gelisah. Kedua tangannya masih memegang jemari Sooyoung. Sooyoung yang risih berusaha melepas, namun nyatanya genggaman Kyuhyun begitu erat.
“Baiklah.”
Pandangan mata Kyuhyun sedikit melembut. Menaikkan kedua alisnya dengan tatapan bertanya.
“Aku memaafkanmu.”
Senyuman Kyuhyun mengembang. “Terima kasih chagi.”
Sooyoung terkejut. Wajahnya sontak memerah dan menghangat. Bukan hanya karena panggilan Kyuhyun padanya, namun juga pada apa yang namja itu lakukan barusan. Apa? Apa yang Kyuhyun lakukan?
Namja itu bangkit dari duduknya dan mencium kedua punggung tangannya. Bukan hanya itu. Namja itu menaiki tempat tidur dan meraih wajahnya. Mencium kening dan kedua pipi putih yeoja itu. Tentu saja itu cukup untuk membuat seorang Choi Sooyoung tersipu malu.
“Aku akan kembali ke kamar.” Kyuhyun mendorong bahu Sooyoung, mengisyaratkan yeoja itu untuk berbaring. “Tidurlah. Ini sudah sangat malam.”
Sooyoung menurut. Yeoja itu menarik selimut dan menyamankan tubuhnya sendiri. Kyuhyun sendiri sudah beranjak menuju pintu.
“Jaljayo Soo.”
.
.
“Tidak. Jangan warna itu. Itu terlalu terang Yoong.” Yuri mengambil alih mouse komputer yang berada ditangan Yoona. Menggerakkan kekanan kekiri dan mengklik dibeberapa tempat dilayar LCD komputer milik Yesung.
“Eh, kembali Yul,” pinta Sooyoung. Layar itu kini menampilkan sebuah dress casual berwarna kuning muda dengan motif ranting-ranting kecil berwarna coklat. “Yang ini?”
Yoona memiringkan kepalanya. Berpikir. “Bagus juga. Menurutmu Yul?”
Yuri mengangguk. “Aku suka. Bagaimana?”
Yoona menepuk kedua tangannya. “Aku ambil. Pesankan.”
“Noona jangan boros.”
Celetukan seorang namja bermarga Cho yang baru saja terdengar membuat Yoona berpaling dan menatap kesal adik sepupunya yang duduk santai disofa depan televisi. “Aku tidak boros, bodoh. Aku hanya membeli satu pakaian. Apa itu boros?”
Kyuhyun mengangguk. Matanya tak lepas dari PSP yang sedari tadi dimainkannya. “Menurutku itu boros.”
“Tak apa Kyu.” Yuri menengahi. “Yoona lebih hemat dibandingkan hyungmu.”
Kyuhyun mulai tertarik. Permainannya terhenti dan matanya terlihat penasaran. “Yesung hyung maksudnya?”
Yuri mengangguk dan terkikik. Melirik kekasihnya yang sedang menatapnya tajam dari atas tempat tidur. “Kemarin saja dia membeli parfum, jam tangan, dan beberapa pakaian.”
Kyuhyun menatap Yesung tak percaya. Hyungnya yang satu itu shoppaholic?
Yesung menutup wajahnya dengan bantal. Donghae yang duduk disamping Yesung yang berbaring, tertawa seraya memukul punggung namja itu. Sooyoung dan Yoona pun menganga tak percaya dengan kebiasaan Yesung yang baru mereka ketahui itu.
“Hyung,” Kyuhyun berdecak. “Ternyata ka-“
Prang!
Kesemua pasang mata yang berada dikamar Yesung sontak menuju pada satu titik. Pada sisi dinding kamar besar itu. Bukan. Suara benda yang pecah itu bukan dari kamar Yesung. Melainkan dari kamar sebelahnya. Kamar Siwon dan Tiffany.
“Ada apa?” Sooyoung yang pertama membuka suara. Suara benda pecah yang dilembar kedinding itu begitu keras. Membuatnya terkejut dan reflex berdiri.
“Entah.” Yuri menjawab pelan. “Oppa,” panggilnya pada Yesung.
Yesung belum mengalihkan pandangannya dari titik itu. “Hae.”
Donghae menoleh menanggapi panggilan Yesung. “Hm?”
“Kau pernah mendengar mereka melempar barang?”
Donghae mengangguk meskipun samar. “Ya. Sepertinya pernah beberapa kali belakangan ini,” jawabnya ragu.
“Ya,” Yesung mengangguk, “aku dan Yuri pun kadang mendengarnya.”
“Memang kenapa Yesung oppa?” tanya Yoona penasaran. “Ap-“
Prang! Prang!
Kembali mereka terkejut. Sungguh. Suara itu begitu jelas disaat malam yang sepi seperti ini. Penghuni asrama lebih banyak berada dikamarnya masing-masing setelah makan malam. Membuat tak banyak keributan yang terjadi diluar yang dapat meredam suara pecahan itu.
Yesung berinisiatif untuk keluar dari kamar dan melihat keadaan. Tepat saat itu, Tiffany keluar dari kamar setelah menutup, dan yang membuat Yesung heran, yeoja itu juga mengunci pintu kamarnya kemudian berlari. Belum sempat Yesung memanggil, yeoja itu sudah menghilang menuruni tangga.
“Eh, itu Tiffany?” Yuri yang sudah berdiri dibalik punggung Yesung terkejut. “Tiffany! Tif-“
Duk! Duk! Duk!
Yuri terkejut dan menghentikan panggilannya.
Duk! Duk! Duk! Duk!
Suara gedoran pintu yang begitu nyata membuat Yesung berjalan mendekati pintu kamar yang baru saja Tiffany kunci kemudian membukanya. Terlihatlah Siwon dengan wajah yang memerah dan tatapan tajam yang menakutkan.
“Mana dia?” geram namja Choi itu. “Mana Tiffany?!”
“Hei hei.” Yesung memegangi pundak Siwon yang bergerak gelisah. “Tenang dulu.”
“Lepas hyung! Aku harus mencari Tiffany!”
Yesung tahu Siwon mulai kumat. Kyuhyun dan Donghae yang kemudian datang membantu Yesung untuk membawa Siwon kembali masuk kekamarnya. Perlu tenaga yang tak sedikit untuk mendudukkan namja dengan tubuh paling tinggi itu disofa. Yuri dan Sooyoung terlihat cemas dari depan pintu.
“Dengarkan aku.” Yesung merendahkan tubuhnya didepan Siwon. “Tiffany hanya pergi sebentar.”
“Tidak!” Siwon berontak. “Dia meninggalkanku!”
Yesung menggeleng. “Tidak.”
Siwon masih berteriak membantah ucapan menenangkan dari Yesung. Yoona berjalan cepat menuju meja disamping ranjang besar yang ada dikamar itu. Mengambil sebuah botol berisi tablet penenang yang diberikan psikiater Siwon.
Siwon tak lagi duduk. Namja itu berjalan mondar mandir seraya meremas rambutnya kasar. Yoona mendekatinya dan mengulurkan segelas air putih serta beberapa tablet obat.
Prang!
Jelas saja pertolongan yang Yoona tawarkan itu langsung ditolak mentah-mentah.
“Hei!” Donghae mulai emosi melihat yeojanya diperlakukan dengan kasar. Didorongnya bahu namja tegap itu. “Jangan seperti itu!”
Siwon balas mendorong Donghae. “Jangan menyentuhku!” Emosi namja itu memuncak. “Mana Tiffanyku?!”
Gerah dengan teriakan Siwon yang membahana, Donghae mulai tak sabar.
Bugh!
Satu tinju mendarat dipipi Siwon. Tangan Donghae pelakunya.
“Kau!” Siwon pun tak mau kalah.
Bugh!
Tentu saja Yesung dan Kyuhyun tak tinggal diam. Kedua namja itu menahan Siwon sedangkan Yoona menahan namjachingunya sendiri.
“Lepas!” Siwon berontak. Namja itu memukul kesana kemari. Mengenai rahang Yesung dan bahu Kyuhyun. Membuat pegangan keduanya melemah dan Siwon kembali bebas.
Dengan cepat Siwon mengambil pecahan kaca yang berserakan dikakinya dan mengacungkannya pada Donghae. Kemarahan yang menutupi pikiran namja itu membuat Siwon tak bisa berpikir jernih.
Jleb!
“Akh!”
Manik mata Donghae membulat. Tegang menyelimuti kamar itu. Sooyoung menutupi mulutnya yang menganga dengan kedua tangan. Yuri bahkan meragukan dia masih bernafas. Yesung dan Kyuhyun? Mereka membatu sendiri.
“Hae…” lirih Yoona. Yeoja itu memeluk Donghae lalu terjatuh dilantai. Darah merah pekat yang merembes dari kaos kuning yang dipakai yeoja itu mulai terlihat dilantai. Berasal dari pinggangnya yang tertancap pecahan kaca.
Saat itulah Siwon tersadar. Tubuhnya bergetar hebat. Tak menyangka tindakan nekatnya memakan korban sahabatnya sendiri.
“Kau!” Donghae kembali berang. Kilatan kemarahan tercetak jelas dimatanya. Giginya beradu menimbulkan suara gertakan yang keras. Nafasnya memburu tak teratur. Tangannya mengepal kuat.
“Stop!” Yesung menahan Donghae. “Kita kerumah sakit!”
.
.
Donghae bersandar didinding rumah sakit. Kedua tengannya saling menggenggam didepan wajahnya. Berdoa pada sang kuasa agar kekasihnya baik-baik saja.
Sooyoung bergerak gelisah. Berkali-kali yeoja itu mengusap dengan kasar aliran air mata yang mengalir tanpa henti dipipinya. Mereka berada didepan ruang UGD lagi kini. Setelah Yuri, kini Yoona yang terbaring lemah diranjang operasi.
Yesung dan Yuri duduk diam dibangku tunggu. Siwon tak jauh dari mereka. Bersandar pada dinding disisi lain. Kyuhyun, namja itu mengurut pelipisnya lelah dan memejamkan mata. Menyandarkan kepalanya dibahu Sooyoung yang duduk disisi lain bangku tunggu.
Tap tap tap
“Yul!”
Yuri menegakkan kepalanya karena merasa terpanggil. Seorang yeoja yang biasa Yuri panggil Snow White berlari kearahnya. Yuri mendesahkan nafas lega melihatnya. Bahwa yeoja itu memang tidak benar-benar pergi seperti yang Siwon takutkan. Dia memang sempat menelpon Tiffany untuk memberitahukan kabar mengenai kondisi Yoona. Yeoja itu menyesalkan kecerobohan Siwon. Saat teknologi canggih seperti ini, namja itu hanya mengandalkan emosinya dikala kumat.
Grep!
Belum sempat Tiffany sampai didekat Yuri, tubuh yeoja itu tertarik dari belakang. Sepasang lengan kokoh memeluk pinggangnya dan memeluknya erat.
“Siwon, lepas,” ucap Tiffany dingin. Entah ada permasalahan apa diantara mereka hingga Tiffany yang ramah bisa berkata sedingin itu.
Siwon menggeleng. “Tidak.”
“Lepaskan aku.”
“Kau pergi dari ku Tiffanymie. Kau berjanji tidak meninggalkanku. Tapi kau pergi.”
“Itu karena dirimu.”
“Tapi kau sudah berjanji!”
“Diam!”
Gertakan marah terakhir terdengar dari Donghae. Namja itu menatap Tiffany dan Siwon dengan tatapan tajamnya. Masih ada kemarahan disana. Karena mereka berdua, terutama Siwon, kekasihnya kini bertaruh nyawa didalam ruangan didepannya.
Tiffany menarik tangan Siwon dan membawa tubuh mereka untuk duduk diantara Yuri Yesung dan Kyuhyun Sooyoung. Menghela nafas, gadis yang menjadi objek pandang kelima orang yang sedang duduk -kecuali Donghae- sadar bahwa ucapan dari bibirnyalah yang ditunggu.
“Maaf.” Tiffany memulai. “Kami berdua sedang emosi.”
Pernyataan itu mewakili Tiffany dan Siwon.
“Apa yang terjadi?” Yuri sangat penasaran dengan apa yang terjadi diantara mereka.
“Siwon sedikit kelepasan.” Tiffany tertunduk malu menjawab pertanyaan Yuri.
“Kelepasan?” tanya Sooyoung.
Kyuhyun menarik bahu Sooyoung dan berbisik. “Nanti aku jelaskan.”
“Kami pergi sebentar.” Tiffany kembali menarik tangan Siwon dan meminta namja itu berjalan mengikutinya.
Sooyoung memasang wajah penasarannya pada Kyuhyun. Yuri dan Yesung kembali terdiam. Donghae tak pernah berhenti berdoa.
Dilorong lainnya, dua orang terlihat berdebat sengit dengan suara yang menggeram. Mereka sedang dirumah sakit. Bersuara keras apalagi berteriak sangat tidak disarankan.
“Kau bodoh!” suara yeoja itu terdengar sengit.
“Lalu kau mau apa?” suara namja itupun tak kalah kesal.
“Tidak perlu sampai sejauh itu, Siwonnie.” Suara Tiffany melirih. Memikirkan hubungannya saja sudah pusing. Kini ditambah dengan sahabatnya yang ada di ruang UGD.
“Aku minta maaf, Tiff.” Siwon berlutut. Memegang kedua tangan Tiffany dan menciuminya.
Tiffany menghela nafasnya. “Aku sudah bersabar cukup lama, Siwon. Aku sudah mengatakan padamu. Just kiss and hug. No sex. Kau mengerti itu kan?”
Siwon mengangguk.
“Aku tidak meninggalkanmu. Aku hanya membutuhkan waktu sebentar untuk sendiri.” Tiffany kembali melembutkan suaranya.
Anggukan kembali Siwon berikan.
“Bangun,” pinta sang yeoja.
Siwon menggeleng. Tiffany tersenyum tipis dan melepaskan tangannya yang digenggam kekasihnya.
“Bangun,” kembali Tiffany meminta. “Dan peluk aku.” Tiffany merentangkan kedua tangannya seraya tersenyum.
Siwon bangkit berdiri dan menarik pinggang yeojanya. Bersyukur bahwa ternyata Tiffany memang sangat menyayanginya.
Tak lama setelahnya, keduanya kembali menuju ruang UGD. Sudah ada orangtua Yoona disana. Kyuhyun sedang memeluk ibu Yoona yang terlihat shock. Siwon yang merasa bertanggung jawab menemui ayah Yoona dan berbincang. Meminta maaf dan menyesali perbuatannya. Ayah Yoona tak banyak bicara. Kepala keluarga Im itu hanya menepuk bahu Siwon dan meminta mereka semua yang berada disana untuk berdoa.
Lampu merah yang menyala terang diatas pintu ruang UGD berganti menjadi hijau. Menandakan operasi sudah selesai. Donghae menunggu dengan tubuh yang panas dingin. Keberhasilan operasi pengeluaran pecahan kaca dan keselamatan kekasihnya tergantung pada orang pertama yang akan keluar dari pintu itu.
Cklek!
“Dokter, bagaimana?” buru Donghae. Namja itu benar-benar sudah tak sabar.
Dokter berumur sekitar 40 tahunan itu terlihat lelah. “Lubang lukanya terlalu besar. Mengenai usus dan lambungnya. Darah yang hilang sangat banyak.” Dokter itu menggeleng, “Maaf. Kami sud-“
Brak!
Tak perlu menunggu kelanjutan kalimat sang dokter, Donghae menerobos memasuki ruang UGD. Jantungnya berdegup sangat kencang seakan bersiap untuk meledak.
‘Tidak mungkin!’
To Be Continue
Yeah !
Chap 7! Bagaimana memuaskan? Komennya :)
