Quantcast
Channel: Kyuyoung Shipper Indo
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1445

[Series] Stuck In Love -8-

$
0
0

Image

Title                   : Stuck In Love

Author               : soocyoung (@soocyoung)

Length               : Serial/On Writing

Genre                : Romance

Rating                : PG 16

Main cast           :

  • Choi Sooyoung
  • Cho Kyuhyun
  • Kris Wu

Other cast          : Find it :)

From Author       :

Annyeonghaseyo knigtdeul^^

Lama tak berjumpa.. hihi..

Ketemu lagi sama author soocyoung \^^/

Masih pada inget cerita sebelumnya kan? Aku gg perlu tulisin cerita sebelumnya yaaa.. kalo sempet dibaca aja lagi part sebelumnya, hehehehe.

 

By the way, sebaiknya knightdeul dan readers baca aja sendiri bagaimana awal cerita FF ini. Tentu saja, semua hal yang berhubungan sama nama sesuatu yang ada di FF ini adalah buatanku, kecuali tokoh dan beberapa lokasi tempatnya. Meskipun ada beberapa juga yang memang ada/real, tapi aku ubah sedikit demi kepentingan cerita.

So, happy reading ^^/

 

Sooyoung POV

Haruskah aku menemui Kyuhyun saat ada Kris disini? Bagaimana jika hal yang pernah terjadi diantara aku, Kris dan Kyuhyun kembali terulang? Aku menggeleng-gelengkan kepalaku sambil menghilangkan pikiran-pikiran buruk yang sempat terlintas di kepalaku. Apa sebaiknya aku mengatakan saja pada baik Kyuhyun maupun Kris? Tapi apa yang harus aku katakan di depan mereka? Selain itu, aku sangat yakin Kyuhyun akan marah jika tahu Kris ada di dalam Apartemenku. Aish! Apa yang harus aku lakukan sekarang?

“Sooyoung-ah” panggil Kyuhyun dalam telepon. “Kau masih disana kan?” tanyanya dengan nada yang lebih tinggi.

Ah, ne Oppa. Gidaryeo-“ jawabku berusaha tetap terdengar biasa. “Kalau begitu aku tutup teleponnya ya, Oppa” kataku lagi. Setelah mendengar jawaban Kyuhyun, akupun mematikan sambungan teleponnya dan langsung melangkah ke arah pintu Apartemen.

Aku sempat kembali menoleh ke arah Kris yang ternyata sedang memandangiku. Ekspresinya menunjukkan bahwa dia ingin aku mengatakan sesuatu padanya. Hanya saja aku tak tahu bagaimana harus memberitahunya dengan baik agar hubunganku dan Kris yang baru saja membaik tidak akan kembali buruk karena aku salah bicara. Tapi tiba-tiba saja Kris melemparkan senyumnya dan dia pun membalikkan badan seakan-akan tak peduli dengan apa yang ingin aku lakukan.

Keningku berkerut tajam, tak mengerti dengan perubahan sikap Kris yang mendadak. Tanpa banyak berpikir lagi, akupun memutar kunci pintu dan membukanya. Kyuhyun memang sedang berdiri disana, menyender pada dinding di samping pintu. Dia memandangiku seperti seseorang yang sudah lama menunggu. Aku menarik napas panjang, sebagian karena pasrah dia akan kesal padaku, dan sebagian untuk menenangkan diri dari tatapan tajam Kyuhyun.

Oppa, mianhaeyo-“ kataku pada akhirnya. Kyuhyun mengubah pandangannya dari mataku ke pakaianku, lalu dia menautkan kedua alisnya. “Ah, jamkkaman gidaryeo” ujarku setelah menyadari arah pandangan Kyuhyun. Aku benar-benar lupa jika dia memintaku untuk keluar dengan pakaian yang siap pergi.

Sepasang mata Kyuhyun melengkung ke bawah dan tersenyum lebar. “Aku tak menyangka kau justru berpakaian seperti itu saat menemuiku”

Aku berjengit, “Mwo?” seruku sambil menundukkan kepala. Secara refleks mataku langsung melebar melihat bagaimana pakaianku sekarang. Aku masih memakai bawahan piyama dan kaos seadanya karena aku memang malas berganti pakaian jika tak akan pergi kemana-mana di hari libur seperti ini.

Kyuhyun seperti sedang menahan diri untuk tidak tertawa lagi, dia menunduk sesaat, menyembunyikan tawa yang tak bisa ditahannya itu.

Oppa-ya!” protesku yang langsung membuat Kyuhyun kembali mengangkat kepalanya. “Aku cepat-cepat keluar karena aku pikir kau akan marah jika aku membuatmu lama menungguku” kataku sambil mengerucutkan bibir.

Ah, mian, mian..” sahut Kyuhyun masih berusaha menahan tawanya. Dia terbatuk kecil dan menarik napas panjang sebelum kembali berbicara. “Aku berniat mengajakmu ke Lotte World dan-“

“Lotte World?” sambarku dengan cepat. “Tapi Oppa-“

“Aku rasa itu tempat yang cocok untuk berkencan saat kita libur, bukan?” potong Kyuhyun tanpa memedulikan aku yang belum selesai berbicara. “Banyak tempat-tempat yang bisa kita kunjungi disana dan kita juga bisa menghabiskan waktu disana” Dia melanjutkan berbicara.

Aku mendesah kecil, lalu menganggukkan kepala dengan perlahan. “Aku akan berganti pakaian kalau begitu,” kataku langsung membalikkan badanku dan berniat masuk kembali ke dalam Apartemen.

Ya! Kau tak mengajakku masuk juga?” seru Kyuhyun sambil menahan lenganku. “Aku bisa menunggumu dan bersantai sebentar di dalam,”

Aniyo, aniyo” celetukku sambil mengibas-ibaskan tanganku di udara. “Aku hanya sebentar, tidak lebih dari 10 menit. Ah, kau tunggu saja di mobil. Ne?”

“Tapi, Sooyoung-ah.. aku-“

Tanpa menunggu Kyuhyun menyelesaikan kalimatnya, aku bergegas masuk ke dalam Apartemen. Aku langsung melangkah menuju kamarku dan cepat-cepat berganti pakaian. Karena Kyuhyun mengajakku ke Lotte World, aku rasa cukup pakaian santai saja. Lagipula dia pun hanya memakai celana jins hitam dan kaos biru yang dibalut sweater abu-abu. Pasti akan aneh jika aku justru memakai pakaian yang berlebihan dan berkebalikan darinya. Jadi, aku memutuskan untuk mengambil kaos putih dan sweater bermotif macan tutul lalu mengganti celana piyamaku ke celana jins berwarna biru.

“Kau mau pergi?” Kris mengejutkanku saat aku baru saja keluar kamar dan menutup pintunya.

“Kris,”

“Aku kira tak ada yang akan kau lakukan hari ini”

Majayo. Tapi aku rasa aku harus pergi. Emm.. aku ada janji dengan seseorang,” kataku hati-hati. “S-Sebenarnya bukan janji.. itu.. emm.. bisa dibilang itu janji yang mendadak”

Kris menautkan sebelas alisnya, “Janji yang mendadak?”

Aku mendesah, “Eo-“ Suaraku lebih terdengar seperti orang yang berpikir. “Mian, Kris. Lain kali kita pasti bisa melakukan hal-hal yang biasa kita lakukan saat weekend. Tapi sekarang.. aku rasa, aku tidak bisa karena-” kataku tanpa berani menatap lama ke arahnya.

“Karena kau pergi bersama Kyuhyun-ssi, kan?” sambung Kris dengan nada tidak tertarik. “Kau biasa melakukan ini, bahkan jika kita sudah berjanji untuk melakukan sesuatu sekalipun” lanjutnya sambil menatapku tajam.

Aku diam membeku, tak menyangka dengan tanggapan Kris yang tepat sasaran itu. Tatapan mata Kris membuatku nyaris tak bisa berkata apa-apa. Aku tak suka jika dia menatapku seperti itu, seolah aku adalah seorang tahanan yang sedang diinterogasi. Tak ada senyuman sama sekali, hanya ekspresi tak tertarik yang dia tunjukkan. Aku benar-benar tak tahu harus menjawab perkataan Kris bagaimana. Dalam hati aku berharap ada sesuatu yang bisa mengalihkan pandangan Kris meskipun itu hanya sesaat.

Gwenchana. Aku tahu apa yang akan aku lakukan jika kau mendadak ada janji,” kata Kris lagi karena aku terus saja diam. Dia tersenyum tipis, “Sebaiknya aku kembali ke Apartemenku”

“Kris, jamkkaman-“ Aku berusaha menahan Kris untuk tidak keluar terlebih dahulu dari Apartemenku. Kris yang sudah melangkah dari hadapanku, kembali membalikkan badannya. Aku menatapnya sesaat, lalu menarik napas panjang sebelum bicara. “Ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu,” kataku ragu.

Dwaesseo, arra” sambar Kris dengan suara malas. “Aku melihatmu dan dia beberapa kali. Tak ada yang perlu kau katakan atau jelaskan padaku, aku tahu” katanya meneruskan.

Aku memandangi Kris, dengan campuran tercengang dan bingung yang menjadi satu. Sikapnya kelihatan biasa-biasa saja, bahkan setelah dia mengetahui apa yang ingin aku katakan padanya. Bicaranya pun masih tenang dan santai, justru terkesan tidak berminat. Aku benar-benar tak mengerti dengan Kris yang sekarang. Dia sudah sangat berbeda di mataku.

Mian,” kataku pelan. Aku menunduk sesaat untuk menarik napas panjang, lalu kembali mengangkat kepalaku dan melanjutkan berbicara. “Aku tak memberitahumu apapun tentang apa yang terjadi beberapa hari kemarin. Itu.. emm.. kejadiannya sangat cepat”

Eo, arra” jawab Kris singkat.

“Kau mungkin tidak senang karena aku dan Kyuhyun oppa.. sekarang kami-“

Aniya, joahae,” potong Kris. Kali ini dia tersenyum padaku dan ekspresinya pun sudah terlihat lebih santai. “Aku tak pernah memaksamu untuk berkencan dengan siapapun, ingat itu, Sooyoung-ah. Itu adalah pilihanmu dan aku tak bisa melakukan apapun pada pilihanmu sendiri”

Aku diam.

“Aku senang jika kau menemukan seseorang yang bisa membuatmu bahagia, termasuk dia. Tapi kau harus tahu satu hal-“ Kris memasukkan satu tangannya ke dalam celana dan dia menatap sekeliling ruangan sebelum kembali bersuara. “Aku tetap membencinya. Sekeras apapun kau akan berusaha membuatku untuk menyukainya, itu tak akan pernah bisa”

Aku tercengang dengan perkataan Kris kali ini. “W-Waeyo?” tanyaku ingin tahu.

Kris mengangkat kedua bahunya sambil menghela napas singkat. “Karena aku sahabatmu, itu saja” jawabnya sambil membalikkan badan dan melangkah ke pintu depan.

“Kris, andwae!” seruku kembali menahan Kris yang baru akan membuka pintu Apartemenku. “Aku memang tak mengerti alasanmu sebenarnya berkata seperti itu padaku. Hanya saja aku tak mau kau berubah menjadi seseorang yang buruk, bahkan asing bagiku karena perasaan itu”

Aniya, Sooyoung-ah. Aku tak akan seperti itu. Aku hanya melakukan apa yang menurutku baik untuk aku lakukan dan-“ Kris berjalan menghampiriku dan langsung memegang kedua bahuku dengan erat. “-dan kau tenang saja, aku akan tetap menjadi sahabatmu meskipun kau berkencan dengan seseorang yang aku benci. Karena akupun tak mau kehilangan persahabatan kita, sama sepertimu”

“Kris,”

“Aku hanya tak bisa. Arra?”

Aku menganggukkan kepala, “Arrayo,” jawabku. Aku melirik ke arah pintu, lalu ke ponsel di tanganku yang bergetar pelan. Kyuhyun pasti sudah lama menungguku di luar, padahal aku berjanji untuk kembali tak lebih dari 10 menit. “Kalau begitu, Kris.. sesuai perkataanmu.. Jika kau sahabatku, emm.. maukah kau menunggu disini.. sampai aku benar-benar keluar dari gedung?”

Wae?” tanya Kris sambil menaikkan sebelah alisnya. “Ah, dia di luar kan? Kalau begitu, baiklah aku akan menunggu disini. Lagipula aku tak mau memancing keributan lagi” kata Kris lagi bahkan sebelum aku menjawab perkataannya.

Aku tersenyum mengiyakan. Kris berpindah tempat kembali ke ruang tamu. Dia memandangiku sambil menggerakkan kepalanya seperti memintaku untuk segera menemui Kyuhyun. Tanpa banyak bicara, akupun mengikuti perintah Kris. Sebelum benar-benar keluar, aku menghampiri Kris terlebih dahulu. Lalu dengan gerakan cepat aku menariknya ke dalam pelukanku. Untuk beberapa detik, aku membiarkan Kris mempererat pelukannya sampai akhirnya dia sendiri yang melepaskan.

Gomawo Sooyoung-ah” ucap Kris tanpa menghilangkan senyumannya.

Aku kembali mengangguk. “Nado gomawoyo,”

Ga. Dia pasti menunggumu”

Eo

Aku berbalik badan dan melangkah menjauh dari Kris. Aku sempat menoleh ke belakang, Kris masih memandangiku, tapi tak lama setelahnya dia memilih untuk mengalihkan pandangannya ke arah yang lain. Aku memejamkan mata sejenak lalu menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan perlahan sebelum akhirnya membuka pintu Apartemen dimana Kyuhyun masih berdiri menyandar di dinding.

Kyuhyun menurunkan tangannya yang terlipat di depan dada begitu melihatku. “Kau siap berkencan dengan Cho Kyuhyun?” tanyanya sambil tersenyum menggodaku.

Aku tertawa kecil, “Ne, Kwajangnim

Ya!

Waeyo? Kau memang Kwajangnim-ku”

Kyuhyun mengerucutkan bibirnya. “Aish jinjja! Padahal aku berniat untuk merayumu, tapi mood-ku hilang” protesnya.

Mworaguyo? Merayuku?” Aku mengulang perkataan Kyuhyun.

Dia mengangguk, “Kajja ga, nae yeojachingu

Aku tertawa, lalu Kyuhyun menarik tanganku dan memutar tubuhku untuk pergi mengikutinya. Aku bisa merasakan genggaman Kyuhyun yang hangat di tanganku, membuatku semakin mempererat genggamannya. Kyuhyun sempat menoleh ke arahku sambil tersenyum dan aku berpura-pura tidak melihatnya. Tanganku terus berada dalam genggamannya sampai kami benar-benar keluar dari gedung. Sebelum masuk ke dalam mobil, aku mendongakkan kepala ke arah jendela Apartemenku. Kris disana, sedang memandangiku dan lima detik berikutnya, dia menghilang. Aku menarik napas singkat, lalu masuk ke dalam mobil menyusul Kyuhyun yang sedang menungguku.

€

Kyuhyun POV

Begitu sampai di Lotte World, Sooyoung memilih duduk di atas salah satu bangku kayu panjang yang tersedia di setiap sudutnya. Dia meletakkan tas selempang cokelatnya persis disebelahnya. Dia diam. Sikap duduknya kelihatan kaku. Sepasang tangannya saling bertaut di atas paha.

Aku berjalan menghampirinya. “Gwenchana?” tanyaku.

Sudut-sudut bibir Sooyoung yang berlipstik pink memperlihatkan senyuman. “Eo,

Jinjja?”

Sooyoung mengangguk. Dia mendongak memandangiku, senyumannya kini terlihat lebih lebar. “Nan gwenchanayo,” ucapnya meyakinkan.

Aku masih memandangi Sooyoung. Ada ketidakyakinan dalam diriku atas jawabannya barusan. Tapi aku tidak lagi bertanya. Sesuatu menyuruhku untuk tidak melakukan hal itu. Aku mengalihkan pandangan ke seluruh tempat di Lotte World yang hampir semuanya dipenuhi manusia. Saat di Apartemen Sooyoung tadi, aku memang mendengar suara orang bercakap-cakap. Aku juga melihat bayangan Kris di jendela Apartemen Sooyoung. Apa Kris yang membuat Sooyoung menjadi diam seperti ini? Bahkan selama perjalanan dari Apartemennya sampai ke Lotte World, tak ada satupun yang Sooyoung bicarakan denganku. Apa yang sebenarnya terjadi?

Oppa, kau lapar?” Sooyoung bersuara, mengalihkan pandanganku dari papan besar bertuliskan Magic Island.

Mwo?”

“Aku mau makan. Bagaimana jika kita makan terlebih dahulu sebelum berkeliling Lotte World?” tanya Sooyoung. “Pasti ada sesuatu yang bisa dimakan di sekitar sini bukan? Kajja..”

Aku mengerjapkan mata beberapa kali, bingung dengan perubahan cepat ekspresi Sooyoung. “Eo, kajja ga” kataku kemudian.

Dia beranjak dari duduknya, lalu mengaitkan tangannya di lenganku saat kami berjalan bersama. Tak jauh dari tempat kami duduk, ada sebuah Pojangmacha (Stan Makanan) yang sepertinya ramai di kunjungi orang-orang. Sooyoung mengajakku ke sana meskipun awalnya aku pikir dia akan memilih tempat yang lain. Meskipun ramai, tapi aku rasa Pojangmacha ini tak pernah kekurangan kursi karena begitu kami masuk, aku langsung melihat dua kursi kosong. Tanpa menunggu lama, akupun mengajak Sooyoung untuk duduk menggantikan dua orang yeoja yang baru saja meninggalkannya.

“Tempatnya bagus,” komentar Sooyoung sambil mengarahkan pandangan ke seluruh Pojangmacha yang hampir semuanya tersusun dari kayu-kayu besar. “Tapi bukankah ini tidak seperti Pojangmacha seperti yang ada di Hongdae, Insadong atau Itaewon? Ada banyak pilihan menunya, seperti kafe kecil”

“Mungkin karena Pojangmacha disini terdiri dari Pojangmacha-Pojangmacha lainnya” sahutku. “Jadi yang pengunjung yang datang tak perlu memutari Lotte World hanya untuk mencari makanan”

Seorang pelayan datang untuk menanyakan pesanan kami. Setelah melihat menu-menu yang disediakan, kami pun memutuskan untuk memesan dua gelas cappuccino cream, satu porsi Tteokbboki, dan satu porsi Dakkochi. Pelayan itu langsung pergi tanpa banyak bertanya begitu mencatat pesanan-pesanan kami.

Oppa, apa tempat ini selalu seperti ini?” tanya Sooyoung setelah memandang berkeliling sekali lagi.

“Seperti ini, bagaimana maksudmu?”

“Ramai, penuh orang, yah sejenis itu” Mata Sooyoung mengarah pada jam dinding perak yang bergantung tepat di dinding di belakang counter kasir. “Pojangmacha disini dan Lotte World, maksudku” katanya menambahkan.

“Oh itu. Yah, Lotte World memang selalu ramai, apalagi ini hari libur dan tempat ini pun sudah banyak dikenal bahkan oleh orang-orang di luar Korea” kataku tak memedulikan suara-suara ramai orang di belakangku. “Kalau Pocjangmacha ini.. emm, aku rasa karena ini sudah waktunya makan siang, bukan?”

Ah, geuraeyo. Ini memang pertama kalinya aku masuk ke Lotte World,”

Jinjjaro?” sambarku tidak percaya.

Sooyoung mengangguk. “Dulu sempat aku hampir masuk bersama.. K-Kris,” Dia terbatuk kecil dan mengalihkan pandangannya dariku sebentar. “Tapi aku pernah ke Everland bersama teman-teman kuliahku” katanya sambil kembali menatapku. Sepertinya dia menghindari berbicara tentang Kris meskipun dia sendiri yang mungkin tidak sengaja menyebut namanya.

“Kalau begitu aku tepat sekali mengajakmu ke sini, bukan?” sahutku berusaha bersikap biasa. “Yah meskipun Lotte World tak jauh berbeda dengan Everland, sama-sama taman bermain”

“Memangnya apa yang tak jauh berbeda itu?”

Aku berpikir sesaat, “Hampir semua wahana disini ada di Everland. Bedanya, Lotte World itu di ruangan tertutup, sedangkan Everland di ruang terbuka” jelasku.

Sooyoung hanya memberikan tanggapan dengan “O” tanpa suara. Matanya kembali berkeliling dan aku melihatnya tersenyum kea rah seorang anak laki-laki yang kira-kira berumur sekitar lima atau enam tahun. Sooyoung bahkan melambai-lambaikan tangannya ke arah anak itu sampai akhirnya seorang pelayan namja datang. Dia membawakan pesanan kami. Sooyoung terlihat senang sekali melihat makanan kami. Matanya menjadi bulat seperti anak kecil yang melihat permen manis.

“Ada satu hal lagi yang berbeda dari kedua tempat itu. Kau bisa menikmati setiap wahana disini bersamaku sedangkan di Everland tidak” kataku sebelum mengambil sumpit dan memakan Dakkochi.

Sooyoung tersenyum lebar, lalu dia memandangi Tteokbboki-nya. Dia memainkan beberapa Tteokbboki itu lalu memasukkannya ke dalam mulut dengan sedikit malas-malasan. Kedua alisku saling bertaut melihat cara Sooyoung makan. Bukankah itu sangat bukan dia? Tak biasanya juga dia hanya memesan satu jenis makanan. Padahal biasanya dia memesan banyak makanan, apalagi di Ponjangmacha-Pojangmacha yang menjual makanan ringan seperti ini.

“Sooyoung-ah, kau benar-benar tak mau memesan makanan yang lain? Maksudku, emm.. kau yakin hanya mau memesan Tteokbboki itu saja? Tak mau yang lain?” tanyaku.

“Nanti kalau Tteokbboki-ku habis dan aku masih ingin memakan sesuatu, aku akan memesan yang lain”

Aku menghentikan makanku, lalu memandangi Sooyoung lekat-lekat. “Ya! Kau kenapa? Apa terjadi sesuatu dan kau tak menceritakannya padaku?”

Sooyoung menyuap lagi Tteokbboki-nya, “Gwenchanayo, Oppa” jawabnya sambil tersenyum lagi. “Ah, bagaimana jika kita jalan-jalan?”

“Makanannya?”

“Kita bawa saja,”

Aku diam. Setelah berpikir beberapa saat, aku memutuskan untuk mengiyakan ajakan Sooyoung. Lagipula banyak orang-orang yang membawa makanan mereka sambil memutari Lotte World. Meskipun begitu, tempat ini selalu bersih dari sampah dan sisa-sisa makanan lainnya.

“Apa yang menarik disini, Oppa?” celetuk Sooyoung saat kami meninggalkan Pojangmacha tadi. “Aku yakin kau sudah menaiki hampir semua wahananya, bukan?”

Aku menghabiskan suapan terakhir Dakkochi-ku, lalu menyeruput minumanku sebelum memberikan Sooyoung tanggapan. “Gyro Drop, Gyro Swing, dan Bungee Drop. Kau harus mencoba itu,” kataku bersemangat. “Akan sangat disayangkan jika datang ke Lotte World tidak menaiki ketiga wahana itu”

“Apa itu seperti Bungee Jumping?”

“Yah, Choi Sooyoung-“ kataku sambil menggeleng-gelengkan kepala tidak percaya. “Kau benar-benar tak pernah diijinkan pergi kemana-mana oleh Eomma-mu. Maja? Orang Korea mana yang tak pernah mengunjungi tempat-tempat seperti ini?”

“Aku pernah ke Everland,” sahut Sooyoung dengan cepat. “Aku memang jarang pergi ke tempat-tempat seperti ini karena Eomma-“

“Bagaimana jika kita naik Gyro Drop? Atau mungkin sesuatu yang ringan terlebih dahulu” Aku memotong kalimat Sooyoung karena aku tak mau membuatnya menyalahkan Eomma-nya karena sikap over-protectif dari Eomma-nya itu. Aku mengalihkan perhatianku ke komedi putar sambil menggosok-gosok dagu dan berpikir. “Aku tahu! Bagaimana kalau roller coaster?”

“Itu tidak ringan Oppa-“

“Oh, ayolah jagiya~ Habiskan Tteokbboki-mu sementara kita mengantri. Aku rasa kau harus mencoba semua wahana disini”

Sooyoung tetap diam di tempatnya. Tatapannya mengarah ke arah antrian roller coaster yang lumayan panjang. Aku sama sekali tak bisa menebak ekspresinya sekarang, tapi aku cukup yakin dia sedikit ragu untuk aku ajak ke sana.

Oppa, bagaimana jika kita memilih wahana yang lebih normal?”

Aku sesaat bingung, lalu tersenyum sambil menyipitkan mataku. “Memangnya kenapa? Itu kan hanya roller coaster. Itu wahana normal menurutku jika dibandingkan Gyro Drop, Gyro Swing, dan Bungee Drop

“Oh, baiklah. Kajja ga,” kata Sooyoung menyerah. Dia membuang sisa Tteokbboki-nya ke dalam keranjang sampah dan mengaitkan tangannya di lenganku. “Setelah roller coaster, kita pergi ke Pharaoh’s Fury dan Athlantic Adventure. Lalu menonton World Carnival Parade, dan Laser Show. Eotte?”

Aku mengangguk setuju.

**

Setelah puas menaiki beberapa wahana seperti Gyro Drop, Gyro Swing, Bungee Drop, Giant Loop, Balon Udara, berpetualang di Pharaoh’s Fury dan Athlantic Adventure, akhirnya aku mengajak Sooyoung ke wahana ice skating. Lebih banyak orang yang berlalu–lalang di atas ice rink karena memang wahana ini memiliki banyak lampu-lampu berwarna yang mengagumkan di sekelilingnya.

Oppa, aku tidak bisa meluncur” bisik Sooyoung saat aku membawakannya sepatu luncur dari persewaan. “Pasti akan sangat memalukan jika aku ke sana,” katanya lagi.

Gwenchana. Aku akan mengajarimu, Sooyoung-ah. Pakailah ini terlebih dahulu” jawabku sambil menyerahkan sepatu luncur itu.

Aku mengajak Sooyoung untuk bergabung bersama orang-orang di ice rink. Begitu menginjakkan kaki di atas ice rink, akupun langsung memutarinya. Beberapa kali aku harus menghindari orang karena tak mau bertabrakan. Saat aku kembali ke tempat semula, Sooyoung sedang berjuang keras untuk dapat menyeimbangkan tubuhnya dan tidak terjatuh. Kedua tangannya berpegangan kuat pada pagar. Aku tertawa kecil, lalu meluncur ke sebelahnya.

“Sini, berpegangan saja padaku” kataku sambil mengulurkan tanganku ke arah Sooyoung. “Kau tak akan bisa meluncur jika hanya berpegangan pada pagar” Aku menambahkan.

Eotteoke?”

“Aku akan menarik tanganmu dan kau bisa mengikutiku tanpa terjatuh”

Sooyoung melirik tanganku yang masih terulur di depannya. Perlahan dia meraih tanganku lalu melepas pegangannya dari pagar. Sambil menggenggam tangan Sooyoung, akupun kembali meluncur dan membawanya mengelilingi ice rink. Aku menoleh ke arah Sooyoung yang sangat menikmati meluncur mengikutiku. Hembusan angin beberapa kali melambaikan rambutnya yang menjuntai, membuatnya terlihat semakin cantik.

Bwa! Ternyata kau bisa melakukannya, bukan? Asalkan jangan tegang, kau pasti bisa meluncur” kataku melambat. Aku memutar tubuh ke arah Sooyoung sambil meluncur mundur. “Aku akan terus mengajarimu semua hal yang bisa aku lakukan, sekalipun itu hal terkecil yang mungkin bagi orang lain tidak perlu aku ajarkan”

Sooyoung tersenyum, “Jeongmal?”

Eo,”

Aku semakin erat menggenggam tangan Sooyoung, lalu kembali membawanya memutari ice rink sambil menikmati lampu-lampu yang menyala di sekeliling wahana ini. Beberapa kali aku berhenti meluncur dan membiarkan Sooyoung untuk meluncur sendiri. Meskipun dia masih terlihat kesulitan, tapi setidaknya dia sudah bisa menjaga keseimbangannya. Saat dia hampir jatuh, aku baru memeganginya dan membuatnya tetap berdiri.

Oppa, semakin ramai disini. Kita tak bisa meluncur dengan bebas” kata Sooyoung saat aku menangkapnya yang mulai kehilangan keseimbangan. Dia melirik jam tangannya, “Lagipula ini semakin malam, bagaimana jika kita pergi ke tempat lain saja? Keluar dari Lotte World, maksudku” Dia melanjutkan.

Geurae. Tempat ini semakin ramai,” sahutku sambil menarik tangan Sooyoung mendekati pintu keluar. “Tapi sebelum itu, bagaimana jika menaiki bianglala terlebih dahulu?” Aku mengutarakan ideku.

“Bianglala? Eodi?”

Kajja,”

Aku terus menggenggam tangan Sooyoung dan sedikit berlari ke pintu masuk bianglala. Untungnya antrian tidak terlalu panjang, jadi kami bisa langsung naik. Seorang yeoja di depan pagar bianglala tersenyum lebar, “Ah, satu couple lagi” katanya. Lalu bianglala itu berputar dan sebuah kompartemen berwarna cerah berhenti. “Merah cocok untuk pasangan yang sedang berbahagia ini,” tambahnya dengan ceria.

Kamsahamnida,” kataku.

“Silahkan,”

Aku tersenyum ke arah yeoja itu, begitu pula Sooyoung. Tanpa menunggu apapun, aku mengajak Sooyoung untuk masuk ke dalam dengan mempersilahkannya terlebih dahulu. Bianglala mulai bergerak beberapa detik setelah aku duduk. Gerakannya sangat pelan, sangat berbeda dengan beberapa wahana yang sempat kami naiki tadi. Aku dan Sooyoung sama-sama menikmati cahaya-cahaya lampu indah warna-warni yang dapat kami lihat dari ketingggian bianglala.

Oppa,” panggil Sooyoung tiba-tiba.

Aku menoleh.

Gomawoyo-“ katanya sambil tersenyum manis ke arahku. “Untuk hari yang menyenangkan ini, gomawoyo” lanjutnya tanpa menghilangkan senyumannya.

Aku meraih tangan Sooyoung, lalu membelainya dengan lembut. Kami saling berpandangan cukup lama. Sebelah tanganku mengambil iPod dari saku celana. Mengutak-atiknya sesaat sebelum menuju bagian musik. Aku memasang satu headset ke telingaku dan sisi yang satunya ke telinga Sooyoung. Lagu Present dari K.Will yang dinyanyikan bersama Eun Ji Won mulai terdengar. Meskipun aku tak mengatakan bagaimana perasaanku sekarang, tapi lagu ini mewakilinya. Karena seperti halnya lirik dalam lagu, ‘saat terindah dalam hidupku adalah saat-saat dimana aku bertemu denganmu dan mencintaimu. Sekarang aku tahu, hadiah terbesar dalam hidupku. Orang itu adalah dirimu.’ Choi Sooyoung.

€

Sooyoung POV

Kyuhyun sedang duduk di depan laptopnya. Wajahnya berkerut-kerut seperti kertas yang baru saja diremas-remas. Sesekali dia mengangkat sebelah alis tinggi, sesekali memperlihatkan raut muka yang aku sendiri tak bisa mengartikannya. Di satu tangannya terbuka laporan dari bagian Keuangan yang aku berikan beberapa saat yang lalu. Setelah rapat dadakan tadi, dia memang menyibukkan diri memeriksa laporan keuangan dari proyek di Jeju. Meskipun aku tak begitu tahu kenapa ekspresi wajah Kyuhyun seperti itu, tapi aku yakin pasti ada sesuatu yang salah.

Aku melirik ke arah jam tanganku. Ini sudah waktunya makan siang, tapi Kyuhyun sama sekali belum menunjukkan tanda-tanda mau beristirahat. Apa sebaiknya aku mendekatinya dan membantunya? Aku memang membatasi diri jika menyangkut pekerjaan meskipun aku ini yeojachingu-nya. Jika dia sendiri tak meminta bantuanku, aku pun tak membantunya. Bukan berarti aku tak mau membantunya, tapi itulah tugasku sebagai sekretarisnya.

Suara ketukan pintu mengalihkan perhatianku dari Kyuhyun. Aku segera beranjak dari tempat dudukku karena Kyuhyun tak memberikan tanggapan. Seorang staf dari bagian Keuangan berdiri disana. Namanya Park Ja Hye. Dia salah satu staf keuangan yang paling sering datang ke sini untuk menyerahkan laporan. Karena itulah aku tahu namanya.

“Aku datang untuk memberikan laporan tambahan seperti yang diminta Kwajangnim,” katanya sambil menyerahkan kertas di tangannya padaku. “Choi Biseo, bisakah kau sampaikan pada Kwajangnim untuk mencocokkan laporan ini dengan laporan-laporan keuangan sebelumnya”

Ne?”

“Katakan untuk lebih memfokuskan pada Book Value dan Selling Price” katanya dengan suara pelan, bahkan hampir berbisik. “Semua kekacauan laporan keuangan berasal dari kedua hal itu”

Aku menautkan kedua alis, “Darimana kau tahu, Ja Hye-ssi?”

Dia mendekat ke arahku, lalu berbisik di telingaku. “Aku diam-diam memeriksanya karena aku rasa seseorang memanipulasi laporan keuangannya” katanya. “Tolong jangan katakan ini pada siapapun karena kami belum menemukan bukti selain laporan ini” katanya lagi.

Ne? Memanipulasi?” tanyaku balas berbisik.

Ja Hye menganggukkan kepala. “Choi Biseo, tolong jangan katakan ini pada siapapun sebelum kami menemukan orang yang melakukan manipulasi ini”

“Bahkan pada Kwajangnim? Busangjangnim? Sajangnim?” tanyaku balas berbisik.

Eo,”

“Tapi kenapa kau memberitahuku?”

“Karena kami yakin kau juga pasti akan memeriksa laporan ini seperti yang kami lakukan. Kaulah orang yang berhasil menyelesaikan krisis Hwajang beberapa bulan yang lalu. Itulah kenapa aku memberitahumu. Aku yakin, kau pasti juga bisa membuktikan ini”

Aku mengangguk mengerti.

Geureom,” Ja Hye menundukkan kepala sedikit ke arahku, lalu melangkah pergi kembali ke ruangannya di lantai dua.

Aku masih diam di tempatku selepas Ja Hye pergi. Mataku menatap laporan keuangan yang sekarang ada di tanganku. Keningku berkerut tajam saat melihat secara singkat isi laporan keuangan itu. Apa benar ada seseorang yang memanupulasi keuangan untuk proyek di Jeju? Siapa yang berani melakukan hal ini dan apa tujuannya?

“Sooyoung-ah” panggil Kyuhyun tiba-tiba.

Aku menoleh dan melangkah menghampirinya. “Ne,”

“Aku mendengar ketukan pintu. Siapa yang datang?” tanyanya tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar laptop.

“Ja Hye-ssi dari bagian Keuangan. Dia datang memberikan laporan ini,” kataku sambil menyerahkan laporan di tanganku kepada Kyuhyun. “Ja Hye-ssi berpesan agar kau memeriksa Book Value dan Selling Price. Katanya semua kekacauan laporan keuangan berasal dari kedua hal itu” Aku menyampaikan pesan Ja Hye.

Kyuhyun mendongakkan kepalanya, lalu menatapku sesaat. “Book Value dan Selling Price?” tanyanya sambil mengerutkan kening. “Apa lagi katanya?”

Aku diam sesaat karena teringat pesan Ja Hye yang lain untuk tidak memberitahu Kyuhyun terlebih dahulu tentang manipulasi keuangan. Aku menghela napas singkat sebelum bicara. “Ja Hye-ssi berkata agar mencocokkan laporan ini dengan laporan-laporan keuangan sebelumnya”

“Eh? Laporan-laporan sebelumnya?”

Aku mengangguk.

Kyuhyun menepuk dahinya, “Aigoo.. aku sepertinya aku meninggalkannya di rumah,” katanya. Dia mendengus kesal, lalu menyandarkan tubuhnya pada kursi kerjanya. “Aku rasa aku harus mengambilnya agar ini cepat selesai aku periksa” gumamnya.

Oppa,”

Kyuhyun menoleh ke arahku. “Eo. Wae?”

“Jangan memaksakan diri. Lihat, jam makan siang sudah hampir berakhir dan kau bahkan belum beristirahat sejak tadi pagi” kataku sambil menunjuk jam dinding di dekat pintu. “Ingat Oppa, sesuatu yang dipaksakan hasilnya tak akan baik. Aku tahu laporan itu memang bukan hal yang sepele karena jumlah uang yang dikeluarkan JinHan banyak sementara laporannya berbanding terbalik dengan kenyataan. Tapi kau juga perlu menjaga kesehatan agar bisa memeriksanya secara maksimal”

Kyuhyun berpikir sejenak. “Kau benar, Sooyoung-ah. Aku terlalu keras memutar otakku untuk memeriksa laporan ini dan melupakan makan siang. Mian, kau pasti sudah kelaparan dan aku bahkan mengabaikanmu setengah hari ini”

Aniyo, gwenchanayo” jawabku tersenyum ke arahnya. “Aku tidak merasa kau mengabaikanku, Oppa. Aku tahu kau sedang di hadapkan pada masalah seperti apa, karena itu aku tak mau menganggu”

“Tapi setidaknya kau memberitahuku saat jam makan siang, jadi aku bisa berhenti memeriksa sejenak untuk makan siang bersamamu”

Aku hanya tersenyum untuk menanggapinya.

Kyuhyun beranjak dari tempat duduknya, “Kajja ga. Kita ke rumahku dulu untuk mengambil laporan itu, lalu kita makan siang bersama walaupun sudah terlambat” ajaknya.

“Meninggalkan JinHan?” kataku sedikit terkejut. “Bagaimana aku bisa pergi keluar saat jam kerja? Lagipula tak ada yang perlu aku lakukan dan ak-“

“Ikut saja. Aku Kwajangnim-mu bukan?” sambar Kyuhyun sebelum aku selesai berbicara. “Lagipula tak akan ada orang yang bertanya kemana kau pergi saat jam kantor karena kau pergi bersamaku. Orang-orang pasti berpikir kau hanya melakukan tugasmu sebagai Sekretarisku”

Aku menghela napas panjang.

“Cepat ambil tasmu dan ikuti aku,” katanya sambil berjalan keluar dari ruangan.

Aku bergegas mengambil tasku, lalu mengikuti Kyuhyun dari belakang. Kami berpapasan dengan beberapa staf di lantai yang sama dengan ruangan Kyuhyun saat berjalan di lorong lantai lima. Mereka menyapa Kyuhyun yang membalasnya dengan tidak berminat, lalu tersenyum canggung ke arahku. Mau tak mau akupun balas tersenyum tanpa mengatakan apa-apa. Lagipula tak ada yang perlu aku katakan pada mereka jadi akupun terus berjalan mengikuti Kyuhyun.

Bunyi denting halus terdengar. Pintu lift terbuka dan kami pun masuk ke dalam lift. Aku sempat melihat pandangan aneh beberapa staf ke arahku dan Kyuhyun sebelum pintu lift kembali menutup. Aku menelan ludah pahit. Lalu menggeleng-gelengkan kepalaku, berusaha untuk menghilangkan pikiran-pikiran buruk yang sempat terlintas di kepalaku. Aku melirik Kyuhyun yang sepertinya tidak terganggu dengan pandangan beberapa staf itu. Dia justru menggumamkan nada-nada tak jelas sampai akhirnya pintu lift kembali membuka di lantai satu.

Kajja,” ajak Kyuhyun sambil melangkahkah kakinya mendahuluiku keluar dari lift.

Aku mengangguk.

Oh, jamkkaman..” kata Kyuhyun tiba-tiba. Dia berhenti melangkah. Matanya menyipit menatap ke satu arah. Aku mengikuti arah pandangan Kyuhyun dan melihat seorang dan melihat seorang yeoja berambut cokelat sebahu sedang duduk di sofa dekat lift di ruang tunggu Lobby. Aku melirik Kyuhyun. Mulutku baru akan terbuka saat dia bicara, “Yoona-ya! Neo, Im Yoona. Maja?” serunya.

Yeoja bernama Im Yoona itu menoleh. Ekspresinya terkejut saat melihat Kyuhyun, tapi dengan cepat dia berdiri dari duduknya. Dia melangkah menghampiri kami dengan senyum cerahnya. Untuk sesaat aku tercengang melihat senyum yeoja itu, karena senyumannya itu benar-benar terlihat murni. Aku mengerjapkan mata beberapa kali saat yeoja itu sudah berada di hadapan Kyuhyun dan memberikan pelukan singkat pada Kyuhyun.

Oppa, jal jinaesseoyo?” katanya dengan suara lembut yang tidak dibuat-buat. “Sudah lama sekali rasanya aku tak melihat Oppa,”

Kyuhyun tersenyum, “Jal jinaesseo. Maja, sudah lama kita tak bertemu. Terakhir itu sekitar 3 tahun yang lalu kalau aku tidak salah. Bagaimana kabarmu, sudah lama kita tak bertemu. Terakhir itu sekitar 3 tahun yang lalu kalau aku tidak salah. Bagaimana kabarmu, Yoona-ya?”

“Seperti yang Oppa lihat sekarang”

Aku melirik Kyuhyun sesaat, lalu berpindah ke Yoona. Meskipun aku tak tahu siapa Yoona ini, tapi sepertinya hubungan mereka sangat dekat. Yoona bahkan memanggil Kyuhyun dengan Oppa. Itu bukan panggilan biasa antara yeoja dan namja jika tak ada hubungan tertentu bukan? Ah, kenapa tiba-tiba aku merasa kesal begini hanya karena yeoja itu memanggil Kyuhyun dengan Oppa?

“Aku menemui temanku dan tak ingat jika Kyuhyun Oppa adalah Kwajangnim disini” kata Yoona saat aku kembali mendengarkan percakapan mereka. “Lagipula Oppa tak pernah bercerita apa-apa tentang pekerjaan Oppa, bahkan pada Ha Na sekalipun. Waktu itu aku dan Ha Na tahu karena tidak sengaja,”

Keningku berkerut tajam saat mendengar nama Ha Na. Apa yeoja itu sedang membicarakan Jung Ha Na, seorang yeoja yang pernah menjadi seseorang yang spesial di hati Kyuhyun? Aku memandangi Kyuhyun, ingin tahu bagaimana reaksinya saat nama Jung Ha Na disebut lagi di depannya. Meskipun dia berkata padaku jika Ha Na tidak spesial lagi di hatinya, tapi bukankah dia masih mengingat tempat-tempat saat mereka menghabiskan waktu bersama? Aku ingat Kyuhyun pernah mengatakannya di Naksan Park.

Mian, karena tak memberitahu kalian berdua saat itu” jawab Kyuhyun dengan ekspresi datar. “Aku memang sengaja tak mengatakannya pada siapapun, karena kau tahu, aku tak tertarik dengan pekerjaan ini awalnya”

Ah, geuriguna..

Annyeonghaseyo,” sapa seseorang saat melewatiku. Aku terpaksa membalikkan badan dan membalas sapaannya. Dia adalah salah satu staf dari bagian Property, Yoo Hyo Young.

Saat aku kembali berbalik, mataku langsung melebar karena Yoona sedang memandangiku dengan tatapan ingin tahu. Seharusnya aku tak menunjukkan reaksi apapun, tapi pandangan Yoona itu benar-benar membuatku merasa bahwa seharusnya aku tak berdiri di belakang Kyuhyun. Mungkin sedari tadi dia menyadari kehadiranku, tapi berusaha mengabaikanku.

Kyuhyun menyadari tatapan Yoona. Dia pun menolehkan kepala ke arahku, lalu kembali berbicara. “Ah, Yoona-ya.. Ini Choi Sooyoung. Dia adalah..” Dia menatapku sesaat. Saat itu entah kenapa aku berharap dia akan memberitahu yeoja itu jika aku adalah yeojachingu-nya. Tapi kata-kata Kyuhyun berikutnya benar-benar membuatku sedikit kecewa, “Dia adalah… Sekretarisku”

Ah, annyeonghaseyo-“ sapa Yoona padaku.

Aku menganggukkan kepala, “Annyeonghaseyo,”

“Yoona-ya, mian. Aku sedang sibuk sekali. Bagaimana jika lain kali kita mengobrol? Kau masih menyimpan nomor ponselku bukan?” tanya Kyuhyun kembali berbicara pada Yoona yang langsung dia jawab dengan anggukan kepala. “Geureom.. Kajja, Sooyoung-ah” katanya padaku. Aku berjalan mengikuti Kyuhyun setelah sebelumnya kembali menganggukkan kepala kepada Yoona.

Sepanjang perjalanan, aku memilih untuk terus diam. Pertemuan singkat dengan Yoona yang bahkan belum aku ketahui ada hubungan apa antara Kyuhyun dengannya dan Ha Na benar-benar menganggu pikiranku. Meskipun aku tahu seharusnya aku tak boleh merasakan ini karena perkataan Kyuhyun waktu itu, tapi kenapa rasanya hatiku masih sakit? Ditambah lagi sikap Kyuhyun yang langsung kaku begitu nama Ha Na disebut di depannya. Aku sangat yakin yeoja bernama Ha Na itu benar-benar spesial di hati Kyuhyun.

“Kenapa kau diam saja?” celetuk Kyuhyun tiba-tiba.

Aku menolehkan kepala, “Ne?”

“Kenapa kau diam saja sedari tadi?” Kyuhyun mengulang pertanyaannya tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan di depannya. “Apa ada sesuatu yang sedang kau pikirkan?”

Aku diam sesaat, lalu tersenyum tipis. “Aniyo, gwenchanayo” kataku. “Emm.. aku hanya ingin tahu.. Siapa itu Im Yoona?” tanyaku pelan.

Kyuhyun menoleh, “Yoona? Dia hoobae-ku dan-“ Dia menarik napas singkat sebelum melanjutkan bicara. “-juga sahabatnya”

“Ha Na maksudmu?”

Eo,”

Aku hanya mengangguk-anggukan kepala dan memilih kembali diam sampai akhirnya mobil Kyuhyun berhenti di depan sebuah rumah berhalaman luas di Heukseok-dong, distrik Dongjak. Awalnya aku enggan untuk ikut turun, tapi Kyuhyun memaksaku karena dia tak mau meninggalkanku sendiri di dalam mobil. Mau tak mau akupun mengikuti Kyuhyun melangkah ke halaman rumahnya yang dipenuhi pohon-pohon seperti pinus berukuran kecil.

Seorang Ahjumma membukakan pintu dan berbicara dengan Kyuhyun dengan sangat lembut. Lalu Ahjumma itu menatapku dan tersenyum ramah ke arahku. Sepertinya Kyuhyun sudah memberitahu Ahjumma itu tentangku karena cara memandang Ahjumma itu sangat berbeda. Ada kesan senang dan juga terima kasih dari sorot matanya.

“Kau tunggu disini saja. Aku akan mencari laporan itu di kamarku atau mungkin juga di ruang kerjaku,” kata Kyuhyun sambil menunjuk ke arah sofa yang terlihat nyaman di ruang keluarga. “Aku akan segera kembali. Ne?”

Aku mengangguk.

Setelah Kyuhyun menghilang di balik dinding, akupun duduk di sofa yang tadi ditunjuk olehnya. Sambil duduk, aku menatap sekeliling ruangan keluarga dan ruangan-ruangan lain yang terlihat oleh mataku. Ini pertama kalinya aku masuk ke rumah Kyuhyun dan entah kenapa aku merasa suasana di rumah ini tak jauh berbeda dengan rumahku. Sepi. Mataku menyipit menatap ke sudut ruangan. Ada beberapa foto yang menempel di dinding, juga lemari kecil berukuran sepinggang orang dewasa. Aku beranjak dari tempatku dan melangkah menghampiri untuk melihatnya lebih jelas.

“Itu foto-foto Kyuhyun saat berumur lima tahun,” ucap sebuah suara di belakangku. Aku menoleh dengan cepat, dan tersentak kaget karena orang yang berbicara padaku adalah Sajangnim.

Aku mundur selangkah, lalu membungkukkan badan. “A-Annyeonghaseyo, Sajangnim” kataku sambil menyembunyikan keterkejutanku.

Sajangnim tersenyum ramah, “Jangan memanggilku Sajangnim diluar JinHan. Lagipula aku tidak sebangga itu dengan sebutan Sajangnim

Aku mengangguk canggung. Ini juga pertama kalinya aku hanya berdiri berdua bersama Sajangnim, bahkan di JinHan sekalipun. Aku memang hanya beberapa kali bertemu dengannya saat harus menemani Kyuhyun rapat. Selain itu aku jarang melihatnya karena Sajangnim lebih menyukai melakukan bisnis di luar Seoul. Setidaknya itu yang dikatakan Kyuhyun setiap kali aku bertanya tentang ketidakhadiran Sajangnim di rapat-rapat direksi JinHan.

“Kau Choi Sooyoung Biseo bukan?” tanya Sajangnim tiba-tiba.

Ne,”

“Aku senang karena akhirnya aku bisa bertemu denganmu. Selama di JinHan aku tak memiliki banyak waktu untuk menyapa staf-stafku sekalipun” kata Sajangnim lagi. “Berbicara tentang JinHan… Tak ada masalah yang menyulitkan Kyuhyun, bukan?”

Aku sempat teringat Ja Hye dan laporan keuangan itu. Aku menatap Sajangnim sesaat, “Tidak ada, Sajangnim” kataku berusaha bersikap biasa.

“Baguslah kalau begitu. Aku terlalu sibuk di Daejeon jadi tak sempat memeriksa keadaan JinHan. Karena ada Kyuhyun dan Shim Busangjangnim aku tak khawatir meninggalkan JinHan”

“D-Daejeon?”

Wae?

Animida,” sahutku dengan cepat.

Ah, maja, maja. Kau berasal dari Daejeon bukan?” tanya Sajangnim sambil mengangguk-anggukan kepalanya. “Kalau begitu, boleh aku tahu di Daejeon mana kau tinggal, Sooyoung-ssi?”

“Eh.. emm.. di-distrik Jung” jawabku tidak menyangka Sajangnim akan menanyakan rumahku. “Tapi sejak sejak aku bekerja di JinHan, aku meninggalkan Daejeon” Aku berusaha jujur meskipun sebenarnya aku tak perlu melakukan itu.

Kedua alis Sajangnim kini saling bertaut. Dia mengalihkan pandangannya ke foto-foto Kyuhyun sesaat sebelum kembali berpaling kepadaku. “Di Daejeon dengan siapa kau tinggal?” tanyanya dengan senyum tipis tersungging diwajahnya meskipun aku hampir tidak melihatnya.

“Dengan Eomma-nya, Appa” sahut Kyuhyun yang baru saja masuk ke dalam ruang keluarga. Satu tangannya memegang kertas-kertas dan dia juga tersenyum kepadaku. “Appa ini bertanya seperti sedang menginterogasinya saja,” katanya lagi.

Sajangnim tertawa, lalu berdiri disebelah Kyuhyun. “Appa hanya ingin tahu lebih rinci yeojachingu-mu ini,”

Mataku langsung melebar. Sajangnim tahu?

Appa-“ protes Kyuhyun dengan cepat.

Aku mengerjap. Aku yakin ekspresiku jelas-jelas kelihatan terkejut mendengar apa yang baru dikatakan Sajangnim. Jujur, aku benar-benar tak menyangka jika Sajangnim tahu tentang hal ini. Kyuhyun juga sama sekali tak mengatakan apapun padaku. Dia berkata hanya Changmin-lah yang tahu, tapi ternyata Sajangnim pun tahu.

Kajja, Sooyoung-ah. Appa tak akan berhenti bertanya-tanya jika kita terus disini. Lagipula masih ada pekerjaan yang harus kita selesaikan di kantor,” seru Kyuhyun mengabaikan senyuman Sajangnim. “Geureom..” Kyuhyun membungkuk pada Sajangnim lalu melangkah terlebih dahulu keluar dari ruang keluarga.

Aku membungkukkan badan, “Annyeonghi gyeseyo,”

Aku mengikuti Kyuhyun dengan langkah lebar-lebar. Dia menungguku di depan pintu rumahnya, lalu berjalan bersamaku kembali ke mobilnya. Aku berharap dia mengatakan sesuatu padaku, tapi ternyata tidak. Apa dia merasa bersalah karena tak mengatakan padaku jika Sajangnim sebenarnya sudah tahu mengenai hubunganku dengannya jadi dia memilih untuk diam? Aku melirik Kyuhyun yang sedang fokus menatap jalanan. Apa masih banyak yang dia sembunyikan dariku?

€

Kyuhyun POV

“Sooyoung-ah, apa kau masih marah?” tanyaku sambil melirik Sooyoung disela-sela mengemudiku.

“Untuk apa?”

Aku mengangkat kedua bahuku, “Molla. Aku hanya merasa empat hari ini kau sangat pendiam dan bahkan jarang mengobrol denganku saat bekerja” jawabku sesekali meliriknya. “Apa kau marah karena beberapa hari ini aku memaksamu agar mengijinkanku mengantarmu pulang?” Aku mencoba menebak.

Aniyo,” sahut Sooyoung setelah aku mendengar helaan napasnya. “Aku hanya sedang memikirkan sesuatu selama beberapa hari ini,”

“Apa itu? Mungkin aku bisa membantumu seperti kau biasanya membantuku jika ada sesuatu yang mengganggu pikiranku”

Sooyoung tersenyum tipis, “Oppa yakin bisa membantuku?”

Aku menganggukkan kepala tanpa ragu.

Sooyoung diam sesaat untuk berpikir. Dia menarik napas dalam sebelum membuka mulutnya, “Aku hanya ingin tahu, apa ada sesuatu yang ingin Oppa katakan padaku?” katanya.

“Hmm?”

“Aku hanya ingin tahu apa mungkin ada sesuatu yang ingin kau katakan padaku,” ulang Sooyoung dengan sabar.

Aku menatapnya sekilas, lalu menghentikan mobilku di dekat jalan masuk menuju Apartemen Sooyoung. “Aku tak mengerti apa maksudmu,” kataku sambil mengerutkan kening.

Sooyoung menghela napas singkat, “Geurae..” katanya pelan. “Apa Oppa tak ingin memberitahuku tentang yeoja bernama… Yoona-ssi?”

“Huh?” Aku memandangi Sooyoung dengan raut yang semakin bingung. “Yoona? Maksudmu Im Yoona?”

Eung,” jawab Sooyoung sambil menganggukkan kepala. “Im Yoona-ssi maksudku, yeoja yang beberapa hari yang lalu mengobrol akrab denganmu di JinHan” jelasnya.

“Tentu saja aku akan memberitahumu,” sahutku tersenyum meskipun masih sedikit bingung kenapa tiba-tiba Sooyoung ingin tahu tentang Yoona. Aku menatap Sooyoung lekat-lekat, dia terlihat menunggu apa yang ingin aku katakan padanya. “Baiklah, Yoona.. hmm.. Im Yoona.. Dia hoobae-ku saat aku masih bersekolah dulu” kataku menjelaskan.

Hoobae?”

Eo. Dia salah satu hoobae yang paling dekat denganku selain..” Aku diam sejenak dan berpikir. Tidak apa-apakah jika aku menyebut namanya lagi di depan Sooyoung?

“Selain?” pancing Sooyoung.

Aku menarik napas dalam, “Ha Na,” kataku pelan dan tanpa menatap Sooyoung.

Tak ada tanggapan sama sekali dari Sooyoung, bahkan meskipun itu hanya jawaban singkat darinya. Suasana di dalam mobil benar-benar hening. Saat aku menolehkan kepala, Sooyoung sedang memalingkan wajahnya dariku dan menatap ke luar jendela. Aku mendengar desahan napas Sooyoung, tapi aku memilih untuk diam.

“Sooyoung-ah, dengar…” Aku memutar tubuhku menghadap Sooyoung. Mencoba untuk menjelaskan sebaik mungkin agar tidak terjadi kesalahpahaman. “Ha Na, yeoja itu.. Kau tahu, aku benar-benar sudah melupakannya. Pertemuan dengan Yoona.. kau tahu sendiri bukan? Aku tidak sengaja bertemu dengannya,”

“Lalu kenapa kau tak mengakuiku sebagai yeojachingu-mu di depan Yoona-ssi? Kalian bahkan membahas Ha Na-ssi seolah-olah kau masih bersamanya. Apa yeoja itu tak tahu bagaimana hubunganmu dengan Ha Na-ssi sekarang?”

Aku diam sesaat, mencoba mengingat obrolan dengan Yoona di JinHan beberapa hari yang lalu. Aku memang tidak mengenalkan Sooyoung sebagai yeojachingu-ku karena saat itu banyak orang di JinHan. Bukankah itu yang diinginkan Sooyoung? Apa dia melupakannya atau bagaimana?

“Karena banyak orang di JinHan, jadi aku mengenalkanmu bukan sebagai yeojachinguku” kataku pada akhirnya. Aku menatap Sooyoung lama, mencoba membuatnya mengerti dengan apa yang aku katakan. “Dengar, aku tak tahu kenapa kau semarah itu hanya karena aku tidak menyebutmu yeojachingu-ku di depan Yoona. Tapi lain kali, katakan saja padaku apa yang kau rasakan. Jadi aku bisa tahu,”

Sooyoung menganggukkan kepala.

Aku menyipitkan mata menatap Sooyoung, “Yaishh! Choi Sooyoung! Apa kau tak tahu bagaimana tidak menyenangkannya didiamkan begitu saja olehmu tanpa tahu penyebabnya?” protesku.

Mianhaeyo,” katanya pelan.

“Hanya hal itu yang membuatmu diam seperti ini padaku berhari-hari?”

“Eo,” jawab Sooyoung. Ada keraguan saat aku melihat langsung wajahnya. Dia menyibakkan rambut cokelat panjangnya ke belakang. Sudut bibir Sooyoung tertarik ke atas, melengkungkan sebuah senyum. “Hanya itu,” katanya lagi.

Aku membalas tersenyum, lalu kembali menginjakkan kakiku ke pedal gas mobil. Meskipun awalnya aku ragu dengan perkataan Sooyoung, tapi tak ada salahnya jika aku percaya padanya. Pertemuan dengan Yoona memang sempat membuat ingatanku kembali pada Ha Na, tapi aku bahkan sudah melupakannya. Aku sengaja tak memberitahu apapun baik tentang Ha Na maupun Yoona karena aku pikir Sooyoung sama sekali tak mau membahasnya. Tapi justru ternyata hal itu membuat Sooyoung mendiamkanku selama empat hari ini.

“Aku akan mengantarmu sampai ke dalam,” kataku setelah mobilku berhenti tepat di depan Apartemennya. “Rasanya tidak puas jika hanya sampai di depan sini aku menemanimu” Aku menambahkan.

Sooyoung kembali tersenyum. Dia menganggukkan kepalanya sebelum turun dari mobil tanpa mengatakan apa-apa padaku. Aku mengikutinya, lalu kami pun berjalan bersama memasuki Apartemen Sooyoung. Tidak banyak penghuni yang kami temui selain penjaga Apartemen bernama Jin Ki Suk yang ramah itu. Karena beberapa kali aku datang ke sini, makanya dia juga mengenalku dan tak banyak bertanya padaku tentang tujuanku datang seperti yang biasanya dia lakukan pada tamu-tamu lain yang datang.

Oppa,” panggil Sooyoung pelan saat kami sedang menunggu lift. “Eh, emm.. aniyo, gwenchanayo” katanya begitu aku menolehkan kepala.

Aku memandangi Sooyoung dengan campuran bingung dan heran. Aku yakin sekali dia memanggilku karena ada sesuatu yang ingin dia katakan, tapi dia justru berkata sebaliknya. Meskipun aku merasa masih ada sesuatu yang mengganggu Sooyoung, tapi aku memilih untuk diam sampai setidaknya berada di dalam lift.

“Sooyoung-ah, weekend ini..” Aku mencoba memulai pembicaraan lagi karena suasana hening di dalam lift. “Yoona mengajakku bertemu, bagaimana jika kau ikut saja?” tanyaku menawarkan.

Sooyoung berpikir sejenak, “Geuraeyo. Mungkin dengan aku bisa mengobrol dengan Yoona-ssi, pikiran-pikiran burukku hilang”

Ya! Kau masih berpikir yang tidak-tidak tentangku?” sambarku begitu Sooyoung selesai berbicara. “Neo jinjja!” dengusku kesal.

Oppa, bukan begitu-“ kata Sooyoung sambil memegangi lenganku. Dia menarik napas panjang, lalu menatapku lekat-lekat. “Aku.. emm.. bagaimana aku mengatakannya?” katanya pada dirinya sendiri.

Aku memutar bola mataku.

“Aku, emm.. masih merasa tidak nyaman jika kau mengingat-ingat sesuatu tentang Ha Na” kata Sooyoung sambil menundukkan kepalanya. “Meskipun aku tidak berhak untuk mengaturmu agar melupakan dia sepenuhnya, tapi aku…”

“Kau cemburu,” sahutku.

Sooyoung mengangkat kembali wajahnya.

Arra, Sooyoung-ah. Mian,” kataku sambil memegang pipinya. “Jika kau mau, aku bisa menolak bertemu dengan Yoona. Aku mau melakukan semua yang kau ingin aku lakukan, termasuk melupakan semua hal tentang Ha Na”

Sooyoung menggelengkan kepala. “Aniyo. Aku tak mau menjadi yeoja seburuk itu” katanya. “Pertemuan dengan Yoona itu.. aku mau menemanimu, Oppa. Lagipula tak ada salahnya bertemu dengan hoobae-mu bukan?”

Aku memandangi Sooyoung lama, mencoba mencari kesungguhan dengan apa yang dia katakan itu. “Baiklah kalau begitu,” kataku.

Lift terbuka dengan denting lembut di lantai tiga. Sooyoung berjalan keluar dengan tangannya yang masih menggenggam tanganku. Mau tak mau akupun mengekor dibelakangnya dan mempercepat langkahku agar bisa sejajar dengannya. Aku menengok ke sekiling lorong Apartemen Sooyoung. Selama beberapa kali aku datang ke sini, aku memang hanya mengenal Sooyoung, Kris dan Jin Ahjussi. Selain itu, aku tak tahu penghuni-penghuni lainnya.

Oppa, ada yang ingin aku tanyakan padamu,” kata Sooyoung tiba-tiba. Kami terus berjalan di lorong lantai tiga karena kamar Apartemen Sooyoung terletak di dua kamar paling ujung lorong. “Ini tentang JinHan sebenarnya-“ Dia melanjutkan.

“JinHan?” ulangku penasaran.

Sooyoung mengangguk.

Aku menaikkan satu alisku, “Kenapa dengan JinHan?”

Sooyoung melirikku. Mulutnya hendak terbuka saat seseorang tiba-tiba memanggilnya. Aku dan Sooyoung pun dengan cepat menolehkan kepala ke belakang, ke arah lift yang pintunya baru saja menutup kembali. Awalnya dia tersenyum cerah saat melangkah menghampiri Sooyoung, tapi wajahnya berubah begitu melihatku yang sedang berdiri tepat di sebelah Sooyoung. Ada kesan tidak suka dan menyesal di wajahnya sekarang.

“Kris,” kata Sooyoung pelan. Dia melirikku sesaat sebelum kembali bicara. “A-ada apa?”

Mian, aku tak tahu kau sedang bersamanya-“ jawab Kris masih dengan ekspresi tidak sukanya saat menatapku. “Awalnya aku ingin mengajakmu menghabiskan Yangnyeom Tongdakini karena kau pasti belum sempat makan setelah kerja. Tapi sepertinya kau sudah makan malam,”

Aku melipat tanganku ke depan dada, lalu menatap Yangnyeom Tongdak di tangan Kris dengan sebelah alis terangkat. Apa itu yang Sooyoung lakukan setiap kali dia pulang bekerja? Aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak memberikan reaksi apapun meski sebenarnya aku sangat kesal.

Eotteoke?” Sooyoung bergumam disampingku.

Kris kelihatan menyadari suasana yang benar-benar tidak menyenangkan ini. Dia memandangi Sooyoung lama, lalu lima detik setelahnya Kris kembali bersuara. “Sebaiknya aku kembali ke Apartemenku,” kata Kris. “Aku tak akan bisa menghabiskan Yangnyeom Tongdakini, jadi untukmu saja Sooyoung-ah. Aku tahu kau sangat menyukai Yangnyeom Tongdakini bukan? Kau pasti bisa menghabiskannya sendiri, aku rasa” Lalu tatapan Kris beralih padaku. “Atau kalian bisa memakannya berdua,”

Aku tetap diam di tempatku dan hanya mengangkat kedua bahuku sebagai tanggapannya.

Kris tersenyum lebar, “Geureom,“

Jamkkaman” Aku menahan Kris sebelum dia membalikkan badan. “Sebelum kau kembali ke Apartemenmu, apa kita bisa bicara sebentar, Kris-ssi?”

Kris menatapku dengan penuh curiga. Sesekali dia mengalihkan pandangannya ke arah Sooyoung lalu kembali menatapku.

Oppa-“ seru Sooyoung sambil memegangi lenganku. “Kita masuk saja ke Apartemenku, ne?” katanya lagi. Ada nada takut dan khawatir di suaranya kali ini.

Aku tersenyum ke arah Sooyoung, lalu menggelengkan kepalaku. “Kau masuk saja terlebih dahulu,” kataku dengan tenang. Aku menoleh ke arah Kris, “Aku benar-benar harus mengatakan sesuatu padanya”

“Tapi Oppa-“

Gokchongma. Aku pastikan tak akan ada keributan yang lain,” Aku memotong perkataan Sooyoung. “Majayo, Kris-ssi?” kataku beralih kembali pada Kris.

Eo,”

Aku tersenyum. “Kami hanya akan bicara,”

Sooyoung melirik Kris sekilas, lalu dia kembali padaku sambil menganggukkan kepalanya dengan ragu.

Aku mengabaikan tatapan khawatir Sooyoung dan melepas tangannya dari lenganku. Lalu aku mengajak Kris menjauh agar bisa berbicara dengannya secara pribadi. Sebenarnya bisa saja aku melibatkan Sooyoung, tapi aku takut dia justru akan mengkhawatirkan hal-hal yang seharusnya tak perlu dikhawatirkan, seperti tadi. Lagipula hal yang ingin aku bicarakan dengan Kris adalah tentang Sooyoung, dan rasanya akan aneh jika Sooyoung justru mengetahuinya.

Aku mengajak Kris ke sebuah lorong. Tempat ini tak begitu jauh dari kamar Apartemen Sooyoung, hanya saja letaknya dibalik dinding. Lorong sempit ini hanya memiliki satu pintu, yaitu pintu yang menuju ke arah tangga darurat. Ada satu jendela kaca yang besar yang menghadap langsung ke jalanan di bawahnya. Aku bisa melihat pintu masuk ke kawasan Apartemen dari tempatku berada juga jembatan kecil yang menghubungkan jalannya.

Aku berdiri di hadapan Kris, membelakangi jendela kaca. “Geurae,” ucapku memulai pembicaraan. “Aku tak perlu basa-basi untuk di depanmu karena sepertinya kau sudah tahu alasan aku mengajakmu berbicara seperti ini”

Kris memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket. “Geuraesso?”

“Aku tahu kau memang sahabat Sooyoung dan kalian berdua memang sangat dekat satu sama lain. Bahkan saat pertama kali aku mengenal Sooyoung, kau selalu ada disampingnya. Seolah-olah kau dan Sooyoung itu saling membutuhkan dan tak terpisahkan” kataku berusaha tenang saat berbicara agar nada yang keluar dari mulutku terdengar biasa saja. “Jujur saja, aku pernah iri pada kedekatan kalian karena aku tak pernah memiliki sahabat sedekat itu” Aku melanjutkan dengan tawa pahit.

Kris menatapku lekat-lekat, lalu aku mendengar helaan napasnya. “Kau menarikku ke sini hanya untuk mengatakan itu?” tanyanya.

“Tentu saja tidak!” tegasku. “Aku tahu dari awal kau menyukai Sooyoung dan aku juga tahu kau tak menyukaiku sejak aku mendekati Sooyoung,”

“Hah! Orang lain pun bisa melihatnya,” sahut Kris sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Sayangnya Sooyoung tidak,”

Neo ttemune,” sambar Kris. “Semua yang aku rencanakan selama bertahun-tahun untuk membuat dia menyukaiku tak ada artinya karena kau datang, Kyuhyun-ssi. Itulah alasan aku tak menyukaimu dan tak akan pernah bisa menyukaimu,”

Aku menanggapinya dengan tawa kecil. “Aku juga tak akan pernah membuatmu menyukaiku hanya karena kau sahabat yeoja yang aku cintai,” komentarku.

Kris menghela napas dalam, tapi dia tak memberikan tanggapan dari perkataanku itu.

“Meskipun begitu.. Kedekatan kalian itu.. hmm.. bisakah kau membatasinya sedikit?” kataku tanpa mengubah sikap di depan Kris. “Kau tahu, Sooyoung sekarang adalah yeojachingu­-ku, itu juga yang diketahui oleh orang lain. Bukankah akan lebih baik kau tidak sedekat itu dengannya meskipun kalian hanya bersahabat?”

Kris diam. Cukup lama dia diam. Sampai aku pikir dia sedang melamun atau sejenisnya. Tapi kemudian dia memiringkan kepalanya. Matanya menyipit. “Atas dasar apa kau memintaku seperti itu?”

“Atas dasar apa?” ulangku dengan nada heran. Aku menarik napas panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan sebelum melanjutkan bicara. “Kau tak mau nama Sooyoung menjadi jelek di depan banyak orang bukan? Mereka tahu jika Sooyoung adalah yeojachingu-ku, lalu apa kata mereka jika dia menghabiskan malam di Apartemennya bersama namja lain? Atau mungkin sebaliknya,”

Kris menatapku tajam. Keningnya berkerut seperti sedang berpikir.

“Hanya itu yang ingin aku katakan padamu. Sebagai sahabatnya, kau tahu yang terbaik untuknya bukan?” kataku sambil memegang bahunya singkat. “Aku juga melakukan hal yang sama,”

Aku tersenyum singkat, lalu dengan satu putaran aku segera membalikkan badan dan meninggalkan Kris di lorong itu sendirian. Meskipun sebenarnya masih banyak yang ingin aku katakan pada Kris, tapi aku rasa itu saja sudah cukup. Aku tak mungkin mengatakan sesuatu hal yang lain yang akan memancing keributan. Selama Kris tidak mencari masalah denganku, akupun tak akan mencari masalah dengannya.

Oppa,” panggil Sooyoung begitu aku kembali ke lorong menuju Apartemennya. “Kris dimana?” tanyanya sambil menggerakkan kepalanya ke kanan-kiri mencari sosok Kris.

“Dia sudah kembali ke Apartemennya,”

“Kalian tidak bertengkar atau saling memukul lagi bukan?”

Aku menggelengkan kepala singkat, “Sudah aku katakan, kami hanya berbicara” kataku sambil mengacak pelan rambut Sooyoung. “Ayo masuk ke Apartemenmu dan makan Yangnyeom Tongdak. Sepertinya enak,”

Sooyoung menatapku ragu, lalu dengan perlahan dia menganggukkan kepalanya. “Tapi Oppa… Apa yang kalian bicarakan sampai menjauh dariku?” tanya Sooyoung saat kami berjalan bersama menyusuri lorong yang sama menuju kamar Apartemennya.

Aku tersenyum, “Itu masalah namja. Kau tak perlu mengkhawatirkannya”

Aku mendengar Sooyoung mendesah pelan. Tanpa bertanya lagi padaku, dia mengambil kunci Apartemennya dan mempersilahkanku masuk terlebih dahulu. Aku sangat yakin setelah ini Sooyoung pasti akan menanyakan hal yang sama pada Kris. Dan aku hanya berharap Kris tak akan menceritakan percakapan singkat kami karena Sooyoung tak akan suka dengan apa yang aku lakukan itu. Membatasi apa yang dia sukai dan apa yang ingin dia lakukan, itu bukanlah hal-hal yang Sooyoung suka dan diapun tak pernah melakukannya kepadaku. Tapi kali ini, aku harap dia mengerti.

€

Sooyoung POV

Aku berjalan di sepanjang lorong lantai lima menuju sebuah Coffee Shop kecil di lantai dasar gedung JinHan dengan tidak bersemangat. Sebelah tanganku memegang laptop dan beberapa laporan keuangan dari Park Ja Hye. Meskipun aku sudah tahu sebagian kecil dari laporan keuangan itu karena Kyuhyun memintaku membantu memperbaikinya untuk rapat direksi hari ini, tapi aku masih penasaran dengan laporan-laporan keuangan Resor Jeju yang lain.

“Choi Biseo” panggil seseorang saat aku sedang menunggu di depan lift.

Aku menolehkan kepala dan tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Annyeonghaseyo, Lee Byeonhosa” sapaku ramah.

Pengacara Lee membalas tersenyum, lalu dia berdiri di sebelahku. “Kau mau menyusul Kwajangnim ke lantai tiga untuk rapat direksi?”

Aniyo. Kwajangnim memintaku untuk tidak ikut dalam rapat itu dan memberiku beberapa pekerjaan” jawabku sedikit berbohong pada Pengacara Lee. “Aku ingin membeli beberapa kopi dibawah untuk Kwajangnim juga” kataku lagi tepat saat pintu lift terbuka. Pengacara Lee mempersilahkan aku masuk terlebih dahulu sebelum dia.

“Tapi bukankah kau bisa meminta seseorang untuk mengantarnya ke atas?”

Aku menggelengkan kepala. “Aku ingin berjalan-jalan sebentar karena jenuh di ruangan,”

Ah, geuriguna..”

Pintu lift terbuka di lantai tiga dan Pengacara Lee keluar di sana, digantikan oleh beberapa orang yang tidak aku kenal. Dari simbol yang ada di kartu namanya, aku tahu mereka adalah orang-orang JinHan. Aku tersenyum ke salah satu dari mereka saat tak sengaja pandangan mata kami bertemu. Lalu saat pintu lift terbuka untuk kedua kalinya di lantai dasar, akupun langsung keluar.

Kakiku melangkah ke lorong-lorong terbuka yang ada mengarah ke Coffee Shop disamping gedung JinHan. Coffee Shop itu memang bagian dari JinHan, hanya saja jarang orang yang datang ke tempat ini. Itu karena orang-orang lebih suka memesan dan tidak meninggalkan pekerjaan mereka di tempatnya. Atau jika ingin pergi, mereka lebih memilih pergi keluar ke tempat-tempat yang mereka inginkan untuk makan siang.

Setelah memesan Espresso, aku memilih duduk di kursi kayu yang dekat dengan jendela kaca yang langsung menghadap ke jalanan. Aku meletakkan laptopku dan mulai menyalakannya. Aku memandangi lembaran-lembaran laporan keuangan dari Ja Hye seraya mengerjap. Lalu seseorang duduk di seberang mejaku dengan tiba-tiba. “Kenapa kau melakukan pekerjaanmu disini?” katanya sambil memandangiku. “Aku tidak berpikir ruanganmu di JinHan di tempat seperti ini”

“Kris..” kataku sambil mengerjapkan mataku beberapa kali. Keningku berkerut tajam saat dia justru tersenyum. “K-Kenapa kau disini?” tanyaku bingung.

Kris mengangkat bahunya, “Hanya menemani Sajangnim-ku bernegosiasi disini. Kau tahu, untuk mempermudah memperluas pasar” katanya sambil mengambil lembaran laporan di tanganku lalu duduk bersandar di kursinya.

Aku diam saja.

“Kau sedang mengerjakan laporan keuangan seperti ini?”

Aniyo. Aku hanya memeriksanya,” jawabku sambil meminta kembali laporan di tangan Kris. “Karena Kwajangnim sedang rapat dan aku tidak ada pekerjaan, jadi aku memeriksa laporan-laporan keuangan seperti ini”

Kris mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti. Dia memandangi sekeliling kafe yang memang sedang sepi meskipun ada beberapa orang yang sedang duduk di kursi-kursinya. Lalu seorang pelayan yeoja datang membawakan Moccalatte pesanan Kris. Setelah mengantarkannya, dia kembali ke meja counter di dekat pintu masuk.

“Kris, aku benar-benar tak menyangka kau akan datang ke JinHan seperti ini” kataku mencoba memulai percakapan karena suasana yang hening di antara kami. “Emm..maksudku.. kau tahu, Kwajangnim-“

“Jika bukan karena Sajangnim-ku yang mengajak, aku juga tak akan datang” potong Kris dengan cepat. “Kecuali untuk menjemputmu, Sooyoung-ah” tambahnya.

Aku tersenyum kecil. Selama ini Kris memang selalu datang menjemputku karena aku tak bisa pulang bersama Kyuhyun. Kris jugalah yang mengantarku setiap kali aku berangkat kerja. Hanya saja beberapa hari ini, Kyuhyun memaksa melakukannya untukku. Aku sendiri tak tahu kenapa dia tiba-tiba bersikap seperti itu, padahal biasanya dia membiarkanku saja karena memang akulah yang memintanya.

Selama aku memeriksa laporan itu, Kris sama sekali tidak mengangguku. Dia hanya duduk di depanku sambil menikmati kopinya dan terus mengutak-atik ponselnya. Awalnya aku pikir Kris akan mengajakku mengobrol seperti yang biasanya dia lakukan saat kita bersama, tapi ternyata dia hanya terus diam. Saat aku mencoba untuk memulai kembali pembicaraan, tiba-tiba suara dering telepon terdengar. Kris sempat menatapku. Lalu dia menekan tombol jawabnya dan mendekatkannya ke telinga.

Ne, Sajangnim” kata Kris dengan suaranya yang tegas. “Ne, algeseumnida” katanya lagi setelah ada jeda beberapa saat.

Aku menghentikan kegiatanku lalu memandangi Kris yang sesekali menganggukkan kepalanya. Begitu sambungan telepon terputus, Kris kembali menoleh ke arahku. Senyuman kecil tersungging di wajahnya sebelum dia memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Tanpa mengatakan apapun padaku, dia beranjak dari tempat duduknya.

Eodiga?” tanyaku penasaran.

Kris merapikan jas abu-abunya sebelum bicara, “Sajangnim-ku memintaku untuk datang menyusulnya. Aku harus pergi menemuinya,”

Ah, geurae?”

“Kita bertemu lagi di Apartemen, eo? Emm.. atau kau mau aku menjemputmu nanti?”

Aku diam sesaat, lalu menggelengkan kepala dengan perlahan. “Aku ada janji untuk menemui seseorang,”

Arra-“ sahut Kris kembali tersenyum. “Geureom,”

Aku membalas tersenyum dan memandangi Kris yang berjalan menjauh. Meskipun keberadaan Kris hanya sebentar dan tak ada yang dia lakukan, tapi aku benar-benar merasa nyaman jika ada dia disekitarku. Aku tak tahu kenapa aku masih merasakan hal itu padahal aku sudah memiliki Kyuhyun. Mungkin itu karena aku sudah terbiasa dengan Kris dari dulu. Tapi rasa nyaman yang aku rasakan dari keberadaan Kyuhyun dan Kris sangat berbeda dan aku tak bisa menjelaskannya.

Ya! Ya! Kau tahu.. Sekretaris itu,”

Samar-samar terdengar obrolan tak jauh dari tempat dudukku. Aku menolehkan kepala dan disana ada sekitar tiga orang yeoja yang sedang duduk melingkari meja. Bisa aku pastikan mereka adalah salah satu staf JinHan dari kartu nama mereka yang tergantung di leher.

“Choi Biseo, majayo?” kata suara yeoja yang duduk di tengah. Aku mengenalinya sebagai Cha Young Hee, salah satu sfaf di bagian Kyuhyun berada. “Tentu saja kau tahu. Dia adalah sekretaris Kwajangnim” katanya lagi.

“Ada gosip jika Choi Biseo dan Kwajangnim berkencan disekitar staf-staf yang lainnya. Aku sangat penasaran, jadi aku bertanya padamu Young Hee-ya” kata suara pertama lagi.

Maja, maja.. Karena kau berada di lantai yang sama, kau pasti tahu semuanya kan?” suara yeoja berambut kecokelatan yang terdengar. Aku tak mengenal yeoja ini tapi aku sering melihatnya berkeliaran di ruangan Changmin. “Mereka berkencan, keuji?”

Young Hee diam sesaat, satu tangannya menggosok pelipisnya. Dia menarik napas panjang sebelum membuka mulutnya, “Geurisse… Tapi mereka sering sekali telihat berdua. Beberapa kali juga ada yang melihat mereka datang dan pulang bersama. Jika tak ada hubungan seperti itu, lalu apa?”

“Aku juga pernah melihat bagaimana cara Kwajangnim memandang Choi Biseo itu.. Aigoo, seakan-akan hanya yeoja itu yang menarik perhatiannya” kata yeoja berambut cokelat.

Ya! Mungkinkah dia memakai sesuatu untuk menarik perhatian Kwajangnim?”

Young Hee memiringkan wajahnya, “Apa maksudmu, Jung Mi­-ya?”

Yeoja bernama Jung Mi mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu dia menggerakkan kursinya lebih menghadapa ke arah Young Hee. “Maksudku… emm.. kalian tahu kan Choi Biseo baru datang ke JinHan beberapa bulan yang lalu. Kalian juga tahu sikap Kwajangnim selama di JinHan bagaimana.. lalu tiba-tiba sikapnya berubah saat yeoja itu menjadi Sekretarisnya”

Ah.. maksudmu seperti dia menggoda Kwajangnim begitu?” sahut yeoja berambut cokelat. “Apa dia berani melakukan hal-hal seperti itu pada Kwajangnim kita?”

Aku melirik Young Hee yang sedang menggeleng-gelengkan kepalanya, seakan-akan dia tidak percaya apa yang dikatakan Jung Mi dan yeoja disebelahnya. “Bisa juga Kwajangnim yang bertekuk lutut didepannya setelah apa yang dia lakukan untuk menyelamatkan Resor Hwajang itu. Ah~ semua namja pasti akan kagum pada kepintaran dan ketelitian yeoja itu”

Ya! Itulah cara dia menggoda Kwajangnim!” sambar Jung Mi dengan tidak sabar. “Menggunakan kelebihannya untuk mendapatkan Kwajangnim kita,”

“Aku penasaran… jika mereka benar-benar berkencan.. Bukankah mereka bekerja dalam satu ruangan, Young Hee-ya?” kata yeoja yang aku belum tahu namanya. Dia mengabaikan Jung Mi dan berbicara pada Young Hee yang menganggukkan kepala sebagai jawabannya. “Kalau begitu… apa mereka berkencan saat seharusnya bekerja?”

Yeoja­-yeoja itu saling menatap satu sama lain. Untuk beberapa saat tak ada obrolan di antara mereka. Sepertinya mereka terlalu sibuk berpikir dengan cara mereka sendiri. Aku menolehkan kepala sedikit untuk melihat sekeliling, lalu menarik napas panjang. Hal yang aku takutkan selama ini terjadi. Orang-orang akan membicarakan Kyuhyun seperti ini dan lama-lama, aku sangat yakin banyak dari mereka yang akan meragukan kemampuan Kyuhyun. Aku sendiri tak begitu peduli bagaimana mereka memandangku karena aku bisa mengundurkan diri dari JinHan dan masalah selesai dengan sendirinya. Tapi bagaimana dengan Kyuhyun?

-TBC-

Eotte?

Well, Jangan lupa komentarnya knightdeul ^^

Gomawo buat readers yang udah mau baca dan komentar di FF ini..

Kritik-sarannya juga boleh buat next chap-nya..

 

Gomawo #bow

 



Viewing all articles
Browse latest Browse all 1445

Trending Articles