Quantcast
Channel: Kyuyoung Shipper Indo
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1445

A False Hope ( Another Story of It’s Okay Even if it hurts )

$
0
0

 Hai. I‘m back hehehe. tapi belum bawa ff lovelife atau we are twins masih dalam  proses jadi mohon di maklumi tapi pasti secepatnya kok dan kalo lovelife udah total jadi nanti aku post mungkin jaraknya ga akan sampai semingguan perpart dan setelah itu aku mau hiatus lagi, gatau deh sampai kapan hehe. jadi 2 minggu yang lalu kah aku terakhir post ? mianhae. ini kau cuma post ff titipan aja.

Title                      : A False Hope

(Another Story of It’s Okay Even if it hurts.)

Author                 : Edevitas (@edevitas)

Main Casts         : Choi Sooyoung

Other casts       : Cho Kyuhyun, Seo Joohyun , and Kwon Yuri

Rating                  : 17+

Genre                   : Hurt

Length                  : Oneshoot

Disclaimer         :

Purely from my imagination, adapted by a Novel, Drama quotes, Music Video, and etc.

Enjoy the story, RCL-

Copy without permission is illegal

 

Summary           :

 

“Tapi aku tahu, kisah kami ibarat benteng yang tersusun secara sederhana dengan bahan apa adanya, akan sesederhana juga hancurnya tanpa badai dan ombak yang menerjang. ”

Choi Sooyoung.

 

 Aku melangkahkan kaki panjangku keluar dari pintu kedatangan bandara Incheon sore ini. Mengeratkan mantel panjangku saat angin musim gugur menyambutku yang dengan reflek aku menggetarkan tubuhku. Aku semakin mengeratkan peganganku pada handle koper berat yang sedang aku seret bersamaan dengan hentakan kakiku menyusuri Hall luas bandara ini. Aku meminta Yuri —sahabat baikku— yang sedang tidak sibuk bermesraan dengan kekasihnya untuk menjemputku di Bandara.

 

Aku memasuki strabucks yang terdapat dibandara, mencium aroma kopi-nya sebelum memutuskan untuk duduk di dekat kaca jendela besar didalam café. Aku melambai kepada pelayan untuk membawakanku segelas Americano* dan sepotong tiramisu cake untuk menemaniku sambil menunggu Yuri. Aku melirik benda yang melingkar dipergelangan tangan kananku, pukul 5.30 sore. Membuka Handbag dan mencari-cari buku ‘A Letter of a great Man’, yang berisi tentang daftar surat cinta yang pernah ditulis oleh laki-laki besar pengubah sejarah seperti; Beethoven dan Napoleon Bonaparte. Untukku sendiri sangat menyenangkan membaca bagaimana panglima perang sekelas Napoleon berusaha memenangkan hati dingin istrinya, Josѐphine, ditengah-tengah usaha kerasnya memenangkan perang untuk Perancis.

 

Sebenarnya aku bukan salah satu wanita penggemar cerita romantis atau diperlakukan manis, namun membaca tentang wanita-wanita beruntung yang bisa diperlakukan istimewa oleh kaum Adam cukup membuatku sedikit iri. Melihat Yuri yang setiap hari sudah seperti suami dan istri dengan Yunho, atau melihat sahabat kami yang lain sedang bahagia-bahagianya mulai menata rumah tangga mereka, tapi aku tidak termasuk salah satu diantara mereka.

 

Cho Kyuhyun, Pria yang kukenal dan bersahabat dengan kekasih Yuri mungkin bisa digolongkan seorang Pria besar pengubah sejarah —mungkin dalam konteks yang lebih modern— menyandang gelar CEO termuda di Korea sekaligus menjadikan Korea lebih Modern dengan sentuhan teknologi yang sedang dikembangkan oleh perusahaannya. Laki-laki yang diinginkan sejuta wanita menjadi pangeran berkuda putih sekaligus menjadi tambang emas bagi ibu-ibu yang menginginkan dirinya menjadi menantu. Tinggi, tampan, mapan, —yang jelas, dia punya reputasi player yang tidak patut dibanggakan— semua wanita takluk akan pesonanya. Termasuk aku.

 

Tapi Kyuhyun tidak sekelas Napoleon atau Beethoven, Kyuhyun hanyalah sosok lelaki arogan, dingin, tidak berperasaan. Tapi sejak kejadian tadi pagi, dia menelpon untuk menanyakan apakah aku jadi kembali setelah 5 hari berada di New York untuk mengurus perusahaan keluargaku yang bekerja sama oleh pihak NY. Pertanyaan pertama yang disusul pertanyaan serta pernyataannya yang lain membuat kepalaku terasa mau pecah karena Jetlag—tentu saja!— dan karena memikirkan pernyataannya.

 

Menit demi menit yang aku lalui bersama Kyuhyun sambil menge-pack kembali pakaianku kedalam koper, kami bercerita tentang hari-hari kami menghabiskan waktu untuk pekerjaan. Menceritakan kembali bagaimana dia merajuk saat mengingat kemeja favoritnya ketumpahan Red Wine akibat kenakalan kami disofa apartemenku. Bercerita tentang hal-hal kecil saat dia sedang mempersiapkan diri untuk tidur dan aku sedang menghabiskan waktu sarapanku disamping berkemas. Aku seperti tidak mengenal Kyuhyun yang dingin dan arogan, dan aku juga baru tahu satu fakta yang membuat jantungku berdegup seperti anak remaja ketika jatuh cinta.

 

“Youngie,” dia memanggilku pelan, nadanya kentara sekali berubah.

 

Nde, Kyu?”

 

“Aku sudah berhenti tidur dengan perempuan lain sejak dua bulan lalu, sejak kita semakin dekat.”

 

Kalimat yang sukses mengacak-acak pikiran dan hatiku. Kyuhyun dan aku dan Yuri bahkan Yunho pun adalah manusia yang sama. Manusia yang tidak bisa meninggalkan Hedonistic Lifestyle* untuk sedetik saja. Dulu, saat awal aku bertemu dengan Kyuhyun disebuah kelab mewah. Aku menganggapnya laki-laki tampan dengan kekayaan dan sikap arogannya yang membuatku muak, namun semakin lama, intensitas kami bertemu —secara tidak sengaja,— semakin meningkat. Dia mendekatiku dan aku juga menerimanya setelah aku putus dengan kekasihku tiga bulan setelahnya. Bertukar nomor ponsel dan terlalu sering menerima ajakan Breakfast-Lunch-Dinner (bahkan bertemu seluruh keluarga besar Chodiacara pernikahan kakak perempuannya) membuatku dan Kyuhyun otomatis dekat dan menjalani hubungan tanpa label selama dua bulan.

 

Hei Youngie, how’s NYC?” lamunanku diinterupsi oleh tepukan pelan Yuri dibahuku. Aku tersenyum berdiri menyambutnya, mencium pipi kanan dan pipi kirinya. Yuri yang terlihat cantik meski hanya memakai celana jeans, jaket kulit cokelat dan boot yang ber-hak 7 centi. Aku memanggil pelayan lagi untuk menerima pesanan Yuri, kopiku baru aku teguk setengah dan Tiramisu-ku masih utuh yang sekarang sudah dicolek-colek oleh Yuri karena sedari tadi kudiamkan.

 

“Hah, membosankan.” Ucapku, lalu aku menceritakan kejadian tadi pagi, kejadian saat Kyuhyun menelponku.

Come on Youngie, he’s a player!” pekiknya begitu ceritaku selesai, aku hanya memandangnya sebentar lalu mengangkat bahu. Yang tidak aku ceritakan pada Yuri adalah saat perasaanku yang masih membuatku bingung. Maksudku, akan sangat mudah membuat Kyuhyun jatuh cinta mati-matian kepadaku dan membuat diriku sendiri menjadi tergila-gila oleh sosok Kyuhyun

 

Aku mengingat percakapanku dengan Yuri yang terjadi dua minggu yang lalu, di Starbucks dengan dua gelas Americano dihadapan kami. Aku merasa ini mungkin karma karena perkataanku membuat Kyuhyun jatuh cinta mati-matian denganku dan aku tergila-gila sosok Kyuhyun.

 

Dan sekarang kami disini,

Aku dan Kyuhyun.

 

Tidur seranjang dengan selimut masih menutupi tubuh polos kami, dia bersenandung kecil sambil menyingkirkan helai-helai nakal rambutku yang menutupi sebagian wajahku. Mencium keningku dalam —kebiasaannya after we made love— menyingkap selimut yang menutupi sebagian tubuhnya dan beranjak menuju kamar mandi. Aku terdiam sambil merapatkan selimut yang menutupi tubuhku yang menggigil karena terpaan pendingin ruangan. Bermenit-menit menunggu Kyuhyun selesai dengan acara mandinya, aku terdiam sembari berfikir ‘apakah ada yang salah?’.

 

Aku mendapati Kyuhyun keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dan handukku yang melingkar diperpotongan perut dan pinggangnya. Dia tersenyum kepadaku dan aku membalasnya. Membuka handuk dan segera menggunakan celana panjang dan kemejanya yang berserakan di lantai. Dengan satu gerakan cepat Kyuhyun mendekatkan wajahnya ke hadapanku, mencium keningku sekali lagi, mengendus hidungku dan terakhir mendaratkan kecupan kecilnya pada bibirku yang membengkak akibat ulahnya.

 

“Aku akan kekantor, kau bersiaplah. Aku akan mengantarmu.” Ujarnya, aku mengangguk sambil menyeret selimut yang aku pakai untuk menutupi tubuhku.

 

Aku tidak tahu harus berkata apa, tapi mungkin hubungan kami memang sesederhana itu.

 

***

 

Ini sudah minggu ketiga Kyuhyun tidak menemuiku. Yah, sebut saja kesibukan kami yang memang sedang meniti karir. Berulang kali aku dan dia berpergian keluar negeri untuk mengurus bisnis yang diturunkan oleh keluarga, kami hanya sempat berbicara melalui alat penyeranta.

 

Hari ini aku berniat untuk menghadiri salah satu reuni yang diadakan oleh Universitasku dan Yuri dulu. Bertemu sambil melepas rindu, tertawa saat seseorang sahabat kami —aku dan Yuri— mengenali kami karena pernah memenangkan taruhan minum. Menemui sahabat kami yang menjadi primadona Universitas, Cantik, Baik, dari keluarga terpandang. aku sudah mendengarnya menikah karena dijodohkan. Yuri tengah menggiringku menuju wanita anggun yang memakai gaun kuning panjang, rambutnya yang hitam legam dan sinar wajahnya yang sangat menunjukkan kebahagiaan terpancar kuat.

 

“Seohyun-ah!” pekik Yuri, aku tersadar bahwa wanita yang sedari tadi aku puji ternyata sahabat lama kami. Mungkin orang mengira kami bertiga tidak cocok bersahabat mengingat betapa bejatnya kelakuanku dan Yuri dibandingkan Seohyun yang anggunnya sudah seperti calon Miss Universe.

 

Oh my God, I miss you so bad,” Yuri sudah mulai menampakkan sisi ‘sok akrab’nya kepada Seohyun yang membuatku dan Seohyun tertawa. Pertemuan kami kembali semoga bisa mengisi kekosongan hatiku semenjak Kyuhyun meninggalkanku demi kewajibannya menjalankan perusahaannya yang sedang dikembangkan di Jepang.

 

***

 

Kegiatan-kegiatan sinting ataupun normal setelah bertemunya kembali Seohyun dengan kami cukup menghibur menghilangkan bayang-bayang Kyuhyun yang semakin jarang menghubungiku. Namun tetap mengirimkan pesan dengan kata-kata sederhana yang membuatku lega karena aku merasa tidak dipermainkan oleh Kyuhyun.

 

Kami bertiga menghabiskan waktu dengan mengobrol hal-hal tidak penting, tertawa terbahak-bahak dan berbelanja dideretan butik mewah Cheongdam-dong, merasakan ice cream termahal, mengajak Seohyun berkeliling Korea setelah sekian lama dirinya menetap di Australia —walaupun aku dan Yuri lebih mendominasi— Seohyun juga tidak protes, menghabiskan sebagian waktu kami untuk berlibur ala empat sahabat yang ada di film Sex and the City.

 

Saat sudah lelah berkeliling, kami memutuskan untuk menikmati sore basah karena rintik-rintik hujan ditengah musim gugur di dalam café MangoSix yang menghadap pada jalanan ramai daerah Gangnam-gu. Aku memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang dengan mantel musim dingin warna-warninya. Duduk didekat jendela membawa kenyamanan sendiri untukku. Tanpa sadar aku meniupkan uap dari mulutku kearah jendela, membuat kaca berembun seperti kebiasaan gadis remaja saat hujan, aku menuliskan sesuatu disana. Sebuah nama yang sudah kulupakan seharian ini namun tetap kurindukan,

 

“CHO…” aku yang mulai menulis kaget dengan suara derit kursi yang ditarik oleh Yuri yang duduk dihadapanku menyusul Seohyun yang ada disebelahnya. Aku mendengar Yuri sedang menanyakan perihal suami dari Seohyun yang belum kami temui sama sekali, aku juga penasaran, tapi tidak sebesar Yuri. Yuri terus mendesak Seohyun dan dengan malu-malu Seohyun mengatakan akan mengenalkannya pada kami setelah suaminya itu pulang dari dinasnya. Perkataan Seohyun cukup membungkam mulut Yuri dan seseorang menginterupsi obrolan kami.

 

“Maaf, pesanannya…”

 

 

***

 

Aku ingat kapan terakhir kali aku sedekat ini dengan Kyuhyun, lima minggu yang lalu saat terakhir kali kami menghabiskan malam penuh cinta sebelum keberangkatannya ke Jepang. Ingatanku yang kuat membawaku kepada malam itu, ketika merasakan kehangatan bersandar didada Kyuhyun, dia yang memlukku dari belakang sambil bersandar pada Headboard Bed*. Dada Kyuhyun yang naik turun seirama dengan tarikan nafasnya, aku juga ingat mengucapkan seseuatu yang kukutip dari salah satu lirik lagu “As these heavy tears come to an end, the end comes outside the window of my room. Outside my interest, night pass by. Your memories pass by, from the first rainy day. To the last drenched day*.” Aku menghafal mati lirik lagu itu sampai aku menemukan arti yang sebenarnya.

 

Aku merasa sia-sia menjalani hubungan ini dengan Kyuhyun yang kutahu kembali menjadi dirinya yang dulu, dingin dan Arogan. Namun tidak mengurangi kenakalan kami berdua saat melepas rindu.

 

Hari ini cukup panjang untuk kulalui bersamaan dengan rapat brengsek yang menghabiskan seluruh hari sabtu-ku demi lembur yang tidak terlalu penting sebenarnya. Masih dengan memakai kaos Baseball dan sepatu keds, aku melangkah dengan wajah tertekuk menuju meeting room kantor —menunjukkan sejelas-jelasnya bahwa aku sangat tidak rela berada disana— setelah dihubungi oleh pihak kantor saat aku akan melakukan homerun. Aku sudah melihat Yuri sedang duduk membaca laporan dengan kostum untuk Shopping —kebiasaannya saat hari libur kerja— dan aku segera duduk disebelahnya, membisikkan kata-kata ‘Are you happy to be a nerd?’ aku tertawa mengejek Yuri yang dibalas dengan sumpah serapah yang sudah dikecilkan volumenya.

 

“Jadi, ada cerita apa tentang kau dan Kyuhyun sekarang?” aku kaget ketika Yuri berdiri dibelakangku saat aku sedang mengambil segelas kopi yang disediakan diujung Meeting room.

 

We are dating! 2 months,” aku berkata sambil menatap Yuri yang raut wajahnya tidak bisa kubaca sama sekali, apakah dia senang atau…

 

“Berarti dia sudah benar-benar berhenti tidur dengan wanita lain?” pertanyaan Yuri selanjutnya membuatku terdiam, sebenarnya juga aku sedang menanyakan kepada diriku sendiri kenapa Kyuhyun berubah 180 derajat semenjak mengenalku. Deringan ponsel membuyarkan lamunanku, aku menatap layar yang sedang menyala karena sebuah panggilan. Kyuhyun.

 

“Ya, ada apa?” jawabku. Aku langsung mengiyakan saat Kyuhyun mengajakku bertemu di Apartement nanti malam untuk membicarakan sesuatu. Aku mulai bingung karena biasanya Kyuhyun akan langsung menemuiku setelah dia pulang dari Kantor tidak pernah lapor terlebih dulu seperti yang dilakukannya barusan.

 

“Rapat sudah selesai, bagaimana kalau kau ikut denganku berbelanja? Ini masih sore Youngie,” Yuri mulai merajuk, aku hanya mendengus pasrah saat diseret menuju Mall yang bertuliskan BIG SALE dengan huruf besar. Keadaan yang ramai membuatku melupakan sejenak janji Kyuhyun yang akan datang ke apartement, aku menoleh lucu kearah Yuri yang sedang berebut Jimmy Choo dengan seorang Ahjumma. Sambil membiarkan Yuri berebut dengan para Ahjumma, aku melihat sebuah syal hijau yang sedang dikalungkan pada mannequin, meraba pelan bahan cashmere dingin yang halus. Saat aku berbalik untuk menuju section coat, mataku memicing melihat seorang laki-laki yang kurindukan sedang beradegan mesra dengan seorang perempuan. Sang perempuan menggandeng lengan sang lelaki dengan jari saling tertaut. Kyuhyun dan Seohyun, mau apa mereka disini?

 

“Hei Youngie, ayo kita kembali.” Aku terpekik kaget mendengar suara Yuri yang tersengal, rambutnya agak acak-acakan tapi senyum terpatri diwajahnya, dia dengan bangga menenteng stiletto hitam keluaran terbaru Jimmy Choo, sepertinya dia berhasil mengalahkan Ahjumma itu.

 

“Baiklah,” aku menjawabnya murung. “Kau kenapa?,” Yuri mengikuti pandanganku, tanpa bisa kucegah dia memelototkan matanya dan mengumpat lirih.

 

Aku terus terdiam menatap Kyuhyun sambil menangis dihadapannya, mendengar ceritanya setelah dia menemuiku —ternyata dia belum tahu kalau aku sudah memergokinya berdua dengan Seohyun didalam mall.

 

Dari cerita yang kutangkap Seohyun dan Kyuhyun menikah karena dijodohkan saat mereka sama-sama berada di Jepang dua bulan yang lalu. Pernikahan spontan tanpa dialiri rasa cinta dari keduanya. Tapi Kyuhyun bersumpah tidak pernah menyentuh Seohyun seperti yang dilakukannya padaku. Saat aku menceritakannya kepada Yuri, sahabatku yang baik hati yang bisa berubah menjadi serigala siap berburu saat mendengar cerita dari mulutku.

 

“Jadi, kau pasrah saja dijadikan pelarian oleh Kyuhyun?” cercanya. Aku diam, tidak berani menyalahkan dan membenarkan fakta yang diutarakan Yuri.

“Tapi Yul…”

“Tapi apa? You’re the second Youngie, not the first!”

Aku agak tersinggung mendengar pernyataan Yuri, tapi aku tetap diam tidak untuk mendebat tapi mendengarkan.

 

But, Kyuhyun told me that I’m the first, itu yang terpenting kan?” kataku waktu itu.

Please Yul, biarkan seperti ini dulu. Kyuhyun juga tidak memilih untuk meninggalkanku.”

 

Mungkin benar ini karma saat aku bisa saja jatuh cinta, bertekuk lutut pada Kyuhyun namun yang salah adalah aku tidak pernah mendapat kepastian dari mulutnya. Selama ini aku menerimanya tetap sebagai kekasihku. Berbulan-bulan menyakitkan tapi aku dan Kyuhyun tetap melakukan apa yang kami lakukan bahkan sebelum aku tahu bahwa Kyuhyun tidak sendiri.

 

Sampai hari itu tiba, hari dimana aku kehilangan semuanya lebih dari apapun.

 

Tanpa kami tahu bahwa Seohyun memergoki kami balik.

 

Seohyun menghampiriku dan mengatakan bahwa dia hamil anak dari Kyuhyun, aku ingin mengucapkan selamat tapi bukan itu intinya. Seohyun menangis didepanku dan berulang kali meminta maaf padaku karena merebut Kyuhyun, menjelaskan sejelas-jelasnya bahwa mereka sudah saling mengisi. Aku hanya bisa terdiam mengingat dua orang sinting —aku dan Kyuhyun— yang mengira bisa membodohi orang bodoh seperti Seohyun, tapi kami salah. Kami yang sudah dibodohi oleh permainan yang aku mainkan bersama Kyuhyun dan terjebak terlalu dalam.

 

Aku menghela nafas lelah saat aku sadar ini tidak akan bertahan lama. Saat itu juga aku menemui Kyuhyun dan mengatakan lebih baik kita berpisah, versi yang kubuat agar tidak terlalu dramatis karena aku juga sudah mempersiapkan mental dan menangis di apartemen Yuri dua jam yang lalu. Kyuhyun hanya diam, mungkin tidak tau harus berbuat apa. Aku meninggalkannya terduduk ditaman sendirian dengan cuaca sedingin ini, dia tidak mengejarku dan aku tidak berharap dia menahanku.

 

Tapi aku tahu, kisah kami ibarat benteng yang tersusun secara sederhana dengan bahan apa adanya, akan sesederhana juga hancurnya tanpa badai dan ombak yang menerjang.

 

***

 

“Jinki-ssi, tolong periksa berkas-berkas ini.” Aku menyerahkan setempuk berkas yang sebelumnya berserakan diatas mejaku yang sama kusutnya dengan kepalaku sekarang. Menerima kabar dari Yunho bahwa Seohyun dan Kyuhyun sedang berada dirumah sakit karena Seohyun akan melahirkan. Aku segera meluncur ke Rumah Sakit yang disebutkan Yunho diantar oleh supir perusahaan, saat aku mulai memasuki ruang unit gawat darurat aku tidak melihat siapapun selain Kyuhyun. Kemejanya yang biasanya rapi terlihat kusut, bagian lengannya sudah digulung sampai siku, dan wajahnya sama kusutnya. Saat aku mendekat aku bisa melihat keringat yang sudah menempel dipelipisnya.

 

“Bagaimana keadaan Seohyun?” tanyaku sesaat dia mendongakkan wajahnya kearahku sambil tersenyum.

“Harus operasi, bayi kami terlalu banyak menelan air ketuban ibunya.” Jelasnya. Aku terus merapal perkataan Kyuhyun yang mengucapkan kata ‘Bayi Kami, Bayi Kami, Bayi kami…’ dengan wajah bahagianya, aku mengangguk dan duduk dideretan kursi yang ada ada dihadapan ruang tunggu emergency ini. Duduk disebelah kanan Kyuhyun yangkuberi jarak dua kursi.

 

Kami masih canggung, —tentu saja!. Kami sempat diam karena diwajah Kyuhyun terpatri rasa khawatir. Aku menatap Kyuhyun sejenak dan membayangkan bahwa aku yang ada didalam sana, berusaha melahirkan bayi kami dengan Kyuhyun yang menggenggam tanganku memberi kekuatan. Rasa hangat yang sudah menjalari hatiku saat Kyuhyun mencium keningku setelah berhasil melahirkan buah hati kami. I’m so delusional.

 

Derap langkah kaki terburu terdengar disepanjang lorong. Yuri dan Yunho berlari menghampiri kami, bertanya padaku bagaimana keadaan Seohyun setelah satu jam lebih berada di Emergency room. Aku beruntung bahwa Yuri tidak menatap Kyuhyun penuh kebencian mengingat betapa benci dirinya pada lelaki yang pernah kukasihi itu —mungkin sampai sekarang. Mungkin dari sini Yuri bisa membaca situasi yang sebenar-benarnya yaitu; aku menatap Kyuhyun dengan penuh rasa cinta, sedangkan Kyuhyun menunggu Seohyun dengan raut wajah khawatir dengan kelahiran bayi mereka.

 

Pintu ruang emergency terbuka, beberapa orang berjubah hijau keluar dan salah seorangnya menggendong bayi yang sudah bersih. Aku bisa melihat perubahan wajah Kyuhyun yang khawatir menjadi bahagia dan lega. Aku mendesah pelan yang mungkin didengar oleh Yuri,

 

“Kalian kembalilah dulu, aku yang akan disini sambil menunggu Seohyun sadar. Terima kasih sudah menjenguk,” Kyuhyun berkata kepada kami, namun hanya aku dan Yunho yang mendengarkannya karena Yuri sedang menerima telepon. Aku mengangguk dan menghampiri Kyuhyun untuk menjabat tangannya, mengucapkan selamat diikuti Yunho.

 

“Youngie, kembalilah bersama kami. Kami akan mengantarmu,” Yuri sudah kembali berkumpul bersama kami, aku ingin menolak namun dengan cepat Kyuhyun menginterupsi,

“Biar Sooyoung aku yang mengantar, sekalian aku akan mengambil beberapa peralatan untuk Seohyun.” ujarnya dan aku membeku, Yuri yang sadar segera menyeretku menjauh dan Yunho tersenyum maklum kepada Kyuhyun.

 

***

 

Aku suka membaca buku. Dari buku cerita anak-anak, novel, dan tulisan inspiratif lainnya yang bisa kunikmati disamping pekerjaanku yang memuakkan. Ratusan buku yang pernah aku baca aku mengingat tentang kutipan sebuah buku dari Dr. Seuss. Sebuah filsuf yang aku jadikan landasan untuk memaknai kejadian setahun belakangan ini. Satu paragraph yang terus berputar-putar seperti piringan hitam rusak dikepalaku.

“I’m afraid that sometimes you’ll play games too. Games you can’t win because you’ll play game against you.”

Memaknai arti dari kenapa aku kalah dari permainan yang aku ciptakan sendiri. Ini bukan tentang aku yang mencoba bermain dengan takdir dengan mengencani Kyuhyun, atau aku juga bisa menjadi peran antagonis yang merusak pernikahan mereka —mengingat memang aku yang memiliki Kyuhyun terlebih dulu— but I didn’t. Ini hanya tentang aku yang tidak akan mungkin menang melawan rasa egois diri sendiri. Aku yang sedang mencoba menghapus bayang-bayang kemesraanku dengan Kyuhyun, rasa sayang yang aku berikan kepadanya dan dia juga menyayangiku, dipaksa menghapus ingatan itu sama dengan aku menghapus sekalian Kyuhyun dari hidupku.

 

“Hai Youngie,” sapaan ceria dari balik badanku, aku berbalik dan menatap Seohyun dengan rambut panjangnya yang berkibar cantik.

 

“Hei, apa kabarmu?” tanyaku mencoba basa-basi,

 

“Baik, apa yang kau lakukan disini?” tanyanya, aku hanya tersenyum dan mengajaknya duduk disampingku. Aku melihat raut wajahnya yang sedang asyik bercerita tentang buah hatinya yang sudah bisa berjalan meski tertatih-tatih, aku dapat membaca pancaran matanya yang hangat dan bahagia sambil terus berfikir bahwa aku melakukan hal yang benar.

 

“Kau kesini sendirian?” tanyaku, aku melihat Seohyun menggeleng dan tersenyum penuh arti kehadapanku. Dia ingin mengucapkan sesuatu, namun suara berat lelaki menginterupsi dengan memanggil namanya.

 

“Oh, Kris!” pekiknya sambil melambai kepada seseorang yang berada dibalik punggungku. Aku ikut berpaling dan menatap kearah lelaki jangkung yang sedang mendorong kereta bayi.

 

Oh no! I smeel trouble,

Apa yang kalian pikirkan ketika mendengar kata Trouble?

Trouble saat aku melihat lelaki dengan predikat ‘A perfectly good looking man,’

 

“Youngie, kenalkan ini sepupuku dari China.” Seohyun membuka percakapan diantara kami, si pria tinggi itu —Kris— mengulurkan sebelah tangannya kehadapanku yang kusambut dengan senyuan dan membalas uluran tangannya.

“Kris imnida,” ucapnya, “Sooyoung imnida, bangapseumnida.” Ucapku.

 

Aku kembali duduk bersama Seohyun sedangkan Kris sedang mencoba memberi susu pada bayi yang sedang ditidurkan dikereta Bayi. Aku tersenyum saat menatapnya sedikit kerepotan melihat anak Seohyun dan Kyuhyun —Finally I can say it,— menolak minuman dari Ahjussi tampannya.

 

“Dia sudah bekerja?” tanyaku pada Seohyun, Seohyun membalasnya dengan senyum penuh arti dan mata berbinar-binar. Seakan mengerti tatapannya aku menatap Kris lagi yang juga sedang menatapku sambil menunjukkan deret rapi giginya yang putih.

 

Jika dulu aku bisa dikendalikan oleh Kyuhyun lewat permainan yang kami ciptakan —yang harus porak-poranda karena, let’s say; ketahuan— sekarang aku dipaksa menghadapi realita bahwa aku juga tidak bisa menutup hatiku selamanya.

 

 

END OF STORY

 

Maaf tidak bisa menghadirkan seperti yang diminta para pembaca sekalian. Tapi aku sudah berusaha menampilkan sisi lain sebelum dan sesudah kejadian menyakitkan di Oneshoot sebelumnya. Kalau ada yang merasa ini mirip dengan ‘something’ mungkin emang sama, tapi ini aku ambil dari novel favorit aku dan me-remake agar bisa dinikmati penggemar Sooyoung dan Kyuhyun seperti aku. Hehe :D

 

Terima Kasih sekali lagi untuk Chovenna— yang sudah ganti nama jadi vennawu— yang sudah ngasih saya kesempatan buat post ff di KSI karena saya nggak punya Personal WP :’) GBU always.

 

Thank you for read it, Sorry for the Typo, and keep Support our proudly couple. Jjang!!!

 

 

*Americano: Black Coffee tanpa gula

*Hedonistic Lifestyle: gaya hidup masyarakat urban yang modern.

*Headboard Bed: kepala tempat tidur

*Lirik Super Junior – Andante

 

* Allegro, adagio, presto, allegro non molto: adalah hentakan yang digunakan acuan oleh para pemusik, sudah ada sejak jaman Beethoven mulai menulis sebuah lagu.



Viewing all articles
Browse latest Browse all 1445

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>