Quantcast
Channel: Kyuyoung Shipper Indo
Viewing all articles
Browse latest Browse all 1445

Beloved Moment Chapter 9

$
0
0

Annyeonghaseyo

Untuk part ini dan seterusnya ga akan aku protect kok. Terimakasih atas semua atensinya ya chingudeul. Semoga kalian puas di part 9 ini.

Okay! Gidaehaedo joha, Let’s Go!

Title : Beloved Moment / Chapter 9

Main Pair : Choi Sooyoung, Cho Kyuhyun

Other Cast : Yeyul, Sifany, yoonHae, and other (include OC)

Rated : 17+

Warning : OoC, typo bertebaran dimana-mana -terlihat maupun tersembunyi-, umur tidak sesuai, tema umum

Disclaimer : Cast milik dirinya sendiri (namun masih tanggung jawab orang tua dan dibawah naungan Tuhan), Super Junior dan SNSD teken kontrak sama SM Entertainment. Saya hanya pinjam nama dan karakter.Ff ini di post oleh Chovenna atas persetujuan dari penulisnya Babykim. Gomawo ^^ follow my twitter @ChoVenna

 

Please Do Not Bashing The Chara!

Thank you

Happy Reading ^^

.                                                                                         

.

“Soo” Yuri berjalan agak takut mendekati Sooyoung. Menatap sahabatnya bingung. “Apa yang terjadi padamu?”

Sooyoung bangkit dan berlutut didepan Yuri. “Yul! Bantu aku. Bantu aku meminta pada Yesung agar dia mau meminjamkan uangnya padaku! Aku mohon. Aku berjanji aku akan menggantinya. Dengan bunga pinjamannya!”

Tangisan yeoja itu semakin mengeras saat tak mendapati jawaban apapun dari Yuri. Yeoja itu kembali merendahkan tubuhnya hingga terlihat mencium kaki Yuri. Membuat Yuri jelas terbelalak tak percaya bahwa Sooyoung sampai berbuat sejauh ini.

Kyuhyun memandang Sooyoung kaget. Bingung. Sooyoung terlihat putus asa dan kasihan. Menangis dan memohon hingga berlutut untuk dipinjami uang? Ada apa?

Tak sanggup berlama-lama melihat Sooyoung yang terpuruk seperti itu, Kyuhyun bangkit dan menghampiri sang gadis.

“Sooyoungie,” lirihnya. Diraihnya kedua lengan yeoja itu dan membantunya berdiri.

“Kyu…” Isakan yeoja itu belum berkurang. “Aku mohon. Aku akan mengganti uangnya. Darimu atau dari Yesung, akan kuganti berapapun yang kalian minta.”

Kyuhyun terdiam. Hatinya terasa sakit melihat Sooyoung memohon dengan sangat seperti itu. Merendahkan harga dirinya dan meminta-minta. Sungguh berbeda dengan Sooyoung yang selama ini dikenalnya.

“Akan kuberikan padamu. Tapi ada apa?” Kyuhyun masih belum bisa menerka apapun yang terjadi pada gadis Choi didepannya itu.

Sooyoung menghapus kasar air mata yang masih turun dari kedua matanya. Menarik nafas panjang untuk sekedar menenangkan hatinya yang kalut. “Eommaku…,” jeda sejenak. “Beliau mengidap kanker pankreas stadium akhir. Baru saja adikku menelpon. Eomma sedang dalam keadaan yang tidak stabil.”

Sooyoung kembali menghela nafas berat. Hatinya sesak dan matanya kembali memanas. “Ada beberapa usaha yang bisa dokter lakukan untuk sekedar mengundur waktu. Tapi itu tidak membutuhkan biaya yang sedikit. Kami sudah tidak punya apa-apa lagi. Jadi aku mohon,” Sooyoung mengangkat kepalanya yang tertunduk dan memandang Kyuhyun yang berdiri tepat didepannya. “Mungkin eomma tak punya banyak waktu lagi. Tapi aku dan adik-adikku masih ingin bersamanya.”

“Sooyoungie…” Yuri mendekati Sooyoung dan memeluk kedua bahunya. “Kami pasti membantumu.”

Sooyoung merasa ada sedikit cahaya terang dalam masalah rumit yang dia alami. Kembali air mata turun dari kedua matanya. Membalas pelukan Yuri dan menangis lebih kencang. Sungguh. Saat ini yang juga dibutuhkannya adalah dukungan moril dari sahabatnya.

“Terima kasih banyak.”

.

.

Setelah membicarakan perihal keadaan ibunya, Sooyoung ditemani Yuri bergegas menuju kamar mereka dan membantu Sooyoung membereskan barang-barang yang perlu dibawanya. Kyuhyun pun setelah meminta salah seorang pekerja dirumahnya untuk mengantarkan mobilnya ke asrama, asrama tidak memperkenankan siswanya membawa kendaraan, beranjak menuju kamarnya dan memasukkan beberapa potong pakaian kedalam tas ranselnya. Entah kenapa, namja itu memiliki firasat bahwa dia tak akan kembali ke asrama untuk beberapa waktu.

“Jangan sampai kau ikut panik saat menyetir nanti Kyu.” Yesung yang sedang bersandar didepan pintu kamar Kyuhyun berpesan.

Kyuhyun mengangguk. Tak menjawab apapun karena dia masih sibuk sendiri.

“Syukurlah ini belum terlalu sore. Jadi kalian bisa berangkat sekarang.” Yesung menatap langit luas lewat jendela besar kamar Kyuhyun yang terbuka. Sebenarnya, ada sebersit bayangan buruk yang mengganggu pikiran namja itu. Namun dia merasa tak sepantasnya dia mengungkapkannya saat ini.

Kyuhyun memasang mantelnya dan memakai ransel hitamnya. Seseorang yang dimintanya mengantarkan mobil sudah menunggunya didepan gerbang asrama. Kyuhyun mengunci pintu kamarnya setelah kedua namja itu berada diluar kamar.

“Yuri baru saja mengirimkan pesan padaku.” Yesung menyentuh layar handphonenya. “Mereka berdua sudah ada di lobby asrama.”

.

.

Sepanjang perjalanan tak banyak pembicaraan yang mereka berdua lakukan. Selain Sooyoung yang sesekali mengirimi pesan pada seseorang dan suara deru mesin mobil Kyuhyun, tak ada aktivitas berlebihan dari keduanya.

Meski gadis disampingnya tak mengatakan apapun, Kyuhyun tahu. Sooyoung sedang panik. Gadis itu meremas kedua tangannya. Sesekali menggigit kuku-kuku jarinya. Menjilat bibirnya, lalu menghembuskan desahan berat. Bahkan Kyuhyun tahu, bulir-bulir keringat menetes dipelipis Sooyoung.

“Soo,” Kyuhyun memegang tangan Sooyoung lembut. Berharap bisa membagikan ketenangannya. “Berdoa. Eomma akan baik-baik saja.”

Sooyoung menoleh dan mengangguk. Meski tatapan matanya sarat akan kekhawatiran. Kedua tangan itu terpaut erat. Sesekali Kyuhyun melepasnya karena harus mengendalikan mobilnya.

Dipertengahan perjalanan, handphone Sooyoung bergetar. Kali ini adik laki-lakinya yang menelpon.

Kyuhyun mengernyit bingung. Genggaman tangan Sooyoung ditangannya kini mengerat dan berkeringat. Bisa ditebaknya, ada kabar buruk yang Sooyoung dengar dari adiknya.

“Kyu,” Sooyoung menghempaskan handphonenya dipangkuan. Memegang lengan namja yang dipanggilnya dengan erat dan tatapan memohon.

“Bisa lebih cepat? Keadaan eomma sangat mengkhawatirkan.”

Sooyoung menggigit bibir bawahnya untuk menahan emosi. Pelupuk matanya sudah menampung banyak liquid yang siap menetes dipipinya.

Kyuhyun mengangguk. Tanpa banyak kata, namja itu menginjak gas lebih dalam dan memfokuskan konsentrasinya pada jalan.

.

.

Kyuhyun memang baru kali ini bertemu langsung dengan keluarga Sooyoung. Sebelum ini, siapa Sooyoung baginya? Mengenalnya saja tidak. Jika bukan karena takdir yang mempertemukan mereka, mungkin mereka hanya menjadi bagian dari banyak orang yang meski berpapasan ditengah jalan, tak akan saling menyapa.

Namun kini berbeda. Melihat keadaan ibu Sooyoung, kedua adiknya, dan Sooyoung sendiri, namja itu seperti melihat refleksi dirinya saat kehilangan orang tuanya. Kesedihan, kepedihan, tangis dan jeritan pilu yang mengelilinginya saat itu.

Namja itu hanya berdiri dipojok ruangan. Sedangkan diatas ranjang sana, seorang wanita tua sedang berbaring lemah. Tak ada lagi alat-alat yang menopangnya untuk hidup lebih lama. Tubuh renta itu hanya terbalut piyama rumah sakit dan selimut putih.

Sooyoung duduk disisi ranjang ibunya. Mengelus pelan rambut putih yang tersisa dari penyakit yang menggerogoti tubuh itu. Kedua adiknya masing-masing berdiri mengelilingi ranjang. Tak ada percakapan yang bisa Kyuhyun dengar. Suara wanita itu sangat lirih. Tapi Kyuhyun dapat melihat senyum tulus dari bibir pucat itu.

Sooyoung menghapus air matanya berkali-kali. Tak bisa dibayangkannya hidup tanpa ibu yang selalu mendukungnya. Sooyoung menyesal. Kenapa dirinya tak ada saat ibunya terbaring lemah dirumah sakit. Kenapa dia datang terlambat hingga dia hanya bisa mendengar keputusan yang ibunya ambil untuk menyerah dan menanggalkan semua alat penopang hidupnya tanpa memberikan pendapat apapun.

Ya. Ibunya menyerah. Wanita tua itu sudah mempasrahkan dirinya pada kekuatan Tuhan. Dia tahu. Dia akan segera menyusul suami tercintanya yang sudah meninggalkan mereka terlebih dahulu.

“Sooyoung…” panggil wanita itu lemah.

“Ne eomma?” Sooyoung kembali menghapus air matanya dan menjawab panggilan ibunya dengan suara serak.

“Jaga kedua adikmu,” eommanya berpesan.

Sooyoung hanya bisa mengangguk. Yeoja itu tak mampu lagi menjawab. Hatinya begitu perih mendengar suara ibunya untuk yang terakhir kali.

Eommanya kembali tersenyum. Kali dia berusaha menggapai tangan anak-anaknya yang lain dengan kedua tangannya yang bergerak lemah.

“Sungjin.”

Namja muda yang berdiri disisi ranjang ibunya merespon dengan mengangguk. Namja itu berusaha keras untuk tidak meneteskan air matanya meski matanya sudah mengabur dan memerah.

“Kau anak yang kuat. Eomma bangga padamu.” Wanita itu menunjukkan senyum tulusnya yang lemah. Membelai rambut anak laki-lakinya yang sedang merendahkan diri untuk bisa memeluk tubuh ibunya.

“Yongri.”

Kini wanita tua itu menolehkan kepalanya kesisi lain ranjangnya. Dimana seorang yeoja muda berdiri sambil terus-terusan sesenggukan menangis.

“Meski kau bukan anak kandung eomma,” wanita itu menggenggam tangan anak gadisnya, “kau sudah memberikan kebahagiaan untuk eomma.”

Suara tangisan Yongri semakin mengeras. Isakannya bisa Kyuhyun dengar dengan jelas dari pojok ruangan. Namja itu sebenarnya ingin keluar sedari tadi. Dia paham, situasi genting seperti ini bukanlah sesuatu yang pantas untuk ditontonnya. Namun eomma Sooyoung memintanya untuk tetap disana.

Kini namja itu melangkah maju setelah Sooyoung mengisyaratkannya untuk mendekat. Namja itu berdiri disamping Yongri yang sudah sedikit menyingkir. Memberi ruang kosong bagi seseorang yang baru saja eommanya panggil.

“Siapa namamu?” wanita tua yang tergolek lemah dengan nafas pendek itu bertanya.

“Kyuhyun eommonim. Cho Kyuhyun,” jawab Kyuhyun sopan. Namja itu merendahkan badannya untuk memberi salam.

“Aku tak dapat bicara banyak. Terima kasih sudah mau membantu Sooyoung. Aku harap kau masih mau menjadi temannya.”

Kyuhyun mengangguk lalu melirik Sooyoung. Yeoja itu tak sekalipun melepaskan pandangannya dari wajah sang ibu.

“Saya mengerti.” Lalu Kyuhyun berjalan mundur. Memberi kesempatan bagi keluarga itu untuk saling mengucapkan kata perpisahan.

“Jaga diri kalian. Makan yang teratur. Hidup yang sehat. Jangan membuat eomma kembali pusing memikirkan kalian.” Wanita itu terkekeh. Berupaya bercanda disaat-saat terakhirnya. Meski tak ada satupun anknya yang merespon.

Berawal dari Yongri yang memeluk kemudian mengecup kening dan pipi ibunya, kemudian Sungjin yang melakukan hal yang sama, hingga Sooyoung yang memeluk erat tubuh ringkih ibunya. Berharap bahwa dengan semua sentuhan yang mereka lakukan barusan, sang ibu dapat beristirahat dengan tenang.

Wanita tua itu tersenyum tulus sekali lagi. Mengangguk pada Kyuhyun dan memandang wajah anak-anaknya untuk yang terakhir kali.

“Tersenyumlah untuk eomma,” pintanya.

Keempat orang yang berdiri mengelilingi ranjang itu mengulas senyumnya. Meski hanya ringisan dengan bibir bergetar yang terlihat, itu sudah cukup membahagiakan sang ibu.

“Eomma lelah. Izinkan eomma beristirahat.”

Sooyoung mengangguk pasrah. Sungjin semakin mengeraskan wajahnya agar air matanya tak keluar. Yongri tak sekalipun berkedip agar dapat merekam senyum indah ibunya yang terakhir kali.

Hingga akhirnya mata tua milik wanita Lee itu terpejam bersamaan dengan detak jantungnya yang terhenti. Untuk selamanya.

.

.

Mata yang membengkak itu tak bisa tertutupi. Isakan lirih itu tetap bisa terdengar. Kaki yang bergetar berusaha tetap kuat untuk menopang tubuh lemah yang bersandar pada dinding kaca.

Sooyoung tak bisa mengucapkan satu katapun. Isakan kedua adiknya masih bisa didengarnya. Matanya terpaku pada ruangan didepannya. Nafasnya yang pendek keluar dari mulutnya yang kecil. Lewat kaca pembatas, yeoja itu bisa melihat. Bagaimana saat jasad ibunya dikremasi. Api besar meluap-luap didalam sana.

Uluran tangan yang terasa familiar baginya menggengam jemarinya erat. Sooyoung tahu siapa pemilik telapak tangan yang besar itu, meski tak ada suara yang menyebutkan identitas pemiliknya. Tanpa perlu menoleh, yeoja itu berucap lirih, “Eomma sudah pergi.”

“Ssshh…” Genggaman itu makin mengerat. Ditambah lengan yang memeluk bahunya yang lemah. “Jangan menunjukkan wajah sedih untuk eommamu.”

Air mata itu mengalir. Mengantarkan kepergian sang ibu tercinta pada peristirahatan terakhirnya. Dengan tangan bergetar, Sooyoung meletakkan guci kecil berisi abu ibunya kedalam salah satu lemari kaca yang ada di rumah pemakaman itu. Frame berisi foto keluarga kecil mereka dan foto ibunya seorang diri berada dimasing-masing sisi guci itu. Sebuah ikat rambut kumal yang bahkan karet gelangnya sudah melar karena terlalu sering dipakai juga menghiasi bagian kecil tempat guci ibunya ditempatkan. Sooyoung ingat sekali. Itulah satu-satunya assesoris yang meski sudah sangat tua, namun selalu ibunya gunakan. Begitu pula sebuah jam tangan murahan yang Sooyoung tahu bahwa itu adalah hadiah terakhir yang mendiang ayahnya berikan teruntuk sang ibu.

Pandangan mata Sooyoung beralih kesisi lainnya. Tepat disamping bagian penempatan guci ibunya, disitulah tersimpan guci berisi abu ayahnya. Entah keberuntungan apa yang terjadi ditengah kehilangan mereka. Keluarga pemilik sebelumnya pada tempat guci ibunya diletakkan saat ini, mengosongkan tempat itu. Sehingga ayah dan ibunya kini bisa kembali berdampingan.

“Appa…” suara Sooyoung rendah dan serak. “Saranghae…”

Sooyoung menunduk menyembunyikan kesedihannya. Air matanya mengalir deras. Menghapus kasar liquid itu, Sooyoung kembali menegakkan kepalanya.

“Eomma…” Sooyoung tersenyum. “Senang? Appa sekarang ada disamping eomma.”

Kyuhyun yang mendengar itu tak kuasa menahan lelehan air matanya. Dia kembali teringat saat itu. Saat-saat dimana kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tuanya. Ayahnya yang tergeletak tak berdaya dipinggir jalan tersenyum padanya. Memintanya untuk mengambil jasad ibunya yang sudah tak bergerak agar mereka berdua bisa berdekatan. Kyuhyun yang masih berumur awal belasan saat itu, dengan tangan yang bergetar meraih tubuh ibunya. Sedikit menarik kasar tubuh yang terjepit dibawah mobil keluarga mereka yang terguling.

Dengan tangisan sesenggukan yang membuat pandangannya mengabur dan kepalanya sakit, Kyuhyun kecil masih bisa dengan jelas merasakan detik-detik terakhir ayahnya yang memeluk tubuh ibunya dengan satu tangan sedang tangannya yang lain memeluk tubuh Kyuhyun yang bergetar hebat. Ayahnya tersenyum dan mengatakan bahwa Kyuhyun sudah membuat kedua orang tuanya bangga meski waktu yang mereka habiskan selama hidup tak banyak.

Kyuhyun menghapus air mata yang mengalir dipipi tirusnya. Punggung Sooyoung yang ringkih benar-benar seperti dirinya saat itu. Abu kedua orang tuanya yang diletakkan disatu tempat yang sama, foto keluarga mereka dimana Kyuhyun kecil yang berdiri diantara kedua orang tuanya dengan senyumnya yang lebar, kacamata baca ayahnya, dompet kecil tempat ibunya menyimpan uang receh yang Kyuhyun gunakan untuk membeli robot rakitan, adalah benda-benda yang Kyuhyun pastikan menemani guci yang berisi abu orang tuanya.

Menunduk, namja itu menghapus air matanya. “Saranghae eomma, appa…”

.

.

Sooyoung terduduk diam didalam ruang kecil itu. Tempat tinggalnya sebelum dia tinggal dia sarama sekolahnya. Tak ada yang berubah. Tempat yang mereka sebut rumah hanyalah sebuah ruangan yang tak terlalu besar. Dimana hanya ada beberapa lemari, kamar mandi, beberapa meja yang tak terlalu besar, bahkan dapurnya pun berada didalam ruangan yang sama. Tak ada sekat-sekat yang membatasi. Untuk apa? Mereka tak memerlukannya. Lagipula itu hanya akan membuat ruangan mereka yang kecil bertambah sempit. Tak ada sofa ataupun satu set meja makan. Tak perlu ada tempat tidur. Karena yang mereka gunakan adalah futon besar yang mereka pakai bersama. Futon yang hampir tiap pagi Sooyoung rapikan untuk disimpan kembali kedalam lemari. Tak ada televisi. Mereka tak butuh. Karena keempat penghuni rumah itu tak akan ada didalam rumah terkecuali pagi-pagi sekali dan malam hari.

Sooyoung mengingat semuanya. Dimana ibunya bangun saat matahari belum menampakkan diri. Melakukan tugasnya sebagai buruh cuci pakaian milik tetangga-tetangga mereka. Dilanjutkan dengan kedua adiknya yang bekerja sebagai pengantar susu dan koran. Lalu dirinya yang akan mengambil bagian membereskan rumah dan menyiapkan sarapan. Tak jarang dia membantu pekerjaan ibunya.

Seluruh keluarga bekerja keras untuk membiayai sekolahnya. Ya. Hanya dirinya. Sungjin, adik laki-lakinya merelakan dirinya menjadi seorang petugas office boy disebuah perusahaan. Sedangkan Yongri bekerja disebuah toko kelontong dipasar. Tak jarang adiknya itu membawa bahan makanan pulang meski dengan kualitas yang tak terlalu bagus.

Dia sempat menolak saat itu. Dia tak mau diperlakukan istimewa. Namun ibunya juga bersikeras. Sooyoung harus sekolah agar dapat membawa kesejahteraan pada keluarga mereka. Sooyoung menyerah. Menuruti keinginan ibunya. Hingga akhirnya dia mendapat beasiswa penuh disekolah berasrama yang sekarang ditempatinya. Meninggalkan ibunya meski dia tahu ibunya sedang berjuang melawan penyakitnya dan bertambah parah sejak Sooyoung berada di Seoul.

“Soo…”

Sooyoung merasakan genggaman hangat dijarinya. Sedikit menolehkan kepalanya, yeoja itu bisa melihat Kyuhyun yang tersenyum padanya.

“Yesung hyung dan yang lain mengucapkan bela sungkawa padamu. Mereka juga minta maaf karena tak bisa datang.”

Sooyoung mengangguk. “Tak apa.”

Kyuhyun menyandarkan punggungnya di dinding rumah. Matanya melirik kesamping. Dimana Sooyoung duduk dengan pandangan kosong. Kedua tangan mereka terpaut. Dengan lembut Kyuhyun membelai jemari Sooyoung yang lemah dan dingin.

“Kau sudah makan?” Kyuhyun mencoba mengalihkan pikiran Sooyoung.

Yeoja itu menggeleng. “Belum.”

Rumah itu sepi. Kedua adik Sooyoung masih menemui pemilik rumah yang mereka sewa ini. Entah ada urusan apa. Kyuhyun tak paham. Namun namja itu tahu, dengan bantuan yang diberikannya, Sooyoung tak perlu lagi memikirkan tagihan rumah sakit yang sempat membengkak ketika perawatan ibunya.

Kyuhyun memutar tubuhnya kearah Sooyoung. Meski dia hanya bisa melihat salah satu sisi gadis itu, bukan sepenuhnya. “Yongri bukan adik kandungmu?”

Sooyoung menggeleng. Menunduk sebentar kemudian menyelipkan helaian rmbutnya kebelakang telinga. “Aku dan eomma menemukannya menangis saat pulang belanja.”

“Dimana?” Kyuhyun penasaran.

“Didekat pasar. Dia bercerita bahwa dia kabur dari rumah karena paman yang mengasuhnya sering memukulinya. Eomma merasa kasihan. Yongri sedang demam saat itu. Jadi eomma membawanya pulang. Sungjin juga sedang sakit saat itu. Kami merawat mereka bersama. Dan mereka juga sembuh bersamaan. Lucu. Seperti takdir bahwa mereka akan selalu saling mendampingi.” Sooyoung tertawa lirih.

“Mendampingi?”

Sooyoung mengangguk. “Mereka sangat akrab. Aku yakin mereka akan menikah suatu hari nanti. Kami bukan saudara sedarah dengan Yongri.”

Kyuhyun mengangguk. Kini namja itu mengerti.

“Kau masih tetap sekolah kan?” Kyuhyun merubah topik pembicaraan.

Sooyoung tak menjawab. Kyuhyun menunggu dengan jantung yang berdegup kencang. Mereka baru saja bertemu dan saling mengenal. Kyuhyun sangat nyaman dengan keberadaan Sooyoung. Bagaimana mungkin mereka akan terpisah? Kyuhyun akan menggunakan seluruh kuasanya jika Sooyoung tak kembali bersekolah.

“Entahlah,” cicit Sooyoung. “Biaya hidup di Seoul sangat besar. Adik-adikku juga hanya berdua disini.”

“Kau kan mendapat beasiswa,” ucap Kyuhyun. Jangan sampai hal terburuk terjadi.

“Ya. Tapi tetap saja aku harus punya penghasilan untuk membiayai kebutuhanku sehari-hari. Beasiswa tak memberikan uang saku.”

Kyuhyun mengangguk. Sooyoung benar. “Kau bisa memakai uangku.”

Sooyoung mendelik pada namja tampan disampingnya itu. “Aku sudah meminjam uangmu Kyu. Ah, ya benar. Aku juga harus menggantinya. Dari mana aku dapat uang jika tak bekerja?”

Kyuhyun mengernyitkan keningnya. “Jadi kau tak akan sekolah lagi? Sayang sekali Sooyoungnie. Beberapa bulan lagi kita akan lulus.”

Sooyoung terdiam. Kyuhyun tak mengatakan hal yang salah. Namun dia bimbang. Apa adiknya harus kembali bekerja keras untuk melunasi uang yang dipinjamnya?

“Kau tak perlu mengembalikan uangku.” Kyuhyun kembali menyandarkan punggungnya.

“Tidak.” Sooyoung menggeleng. “Akan kuganti.”

“Tak usah.” Kyuhyun memejamkan matanya.

Sooyoung memandang Kyuhyun tak suka. “Apa kau pikir aku tak sanggup membayarnya?”

Sontak mata Kyuhyun membuka. “Bukan begitu. Maksudku, itu hanya akan menjadi beban untukmu dan adikmu.”

“Aku akan membayarnya lunas,” seru Sooyoung tegas. “Jangan menganggapku tak bisa melakukan apa-apa.”

“Aku tak bilang seperti itu,” ucap Kyuhyun hati-hati. Sooyoung sedang dalam keadaan yang sensitive saat ini.

Yeoja itu melipat kedua tangannya. Pandangannya tajam meski tak menatap Kyuhyun. “Terserahmu saja.”

.

.

Kyuhyun duduk terdiam sendiri dikedai sederhana itu. Dia berinisiatif pergi keluar untuk membali makan malam dan meninggalkan Sooyoung bersama adik-adiknya. Kyuhyun sadar akan dirinya yang merupakan orang luar. Ketiga orang itu pasti membutuhkan waktu untuk membicarakan hal-hal yang tak seharusnya dia dengarkan.

Jalanan sudah sepi saat itu. Hanya ada beberapa orang yang pulang kerja sambil membawa kantung belanjaan sepertinya. Kyuhyun menghentikan langkah kakinya, lalu memandang sekeliling.

“Sepi sekali.”

Pikirannya terpaku pada kedua adik Sooyoung. Jika mereka hanya tinggal berdua, bukankah ini akan menjadi hal yang mengkhawatirkan? Sooyoung tak salah jika ingin menjaga adiknya. Namun sangat disayangkan jika yeoja itu harus meninggalkan sekolahnya yang bahkan tak sampai satu semester lagi akan selesai.

Kyuhyun meraba belakang pinggangnya. Benda itu masih disana. Tentu saja Kyuhyun tak pernah meninggalkan benda itu disembarang tempat. Apalagi jika bepergian seperti ini.

“Sepertinya ini akan jadi ide yang bagus,” gumam namja itu. Lalu kembali berjalan pulang.

.

.

“Kau yakin?”

Sungjin mengangguk. “Aku dan Yongri akan baik-baik saja.”

Sooyoung menghela nafasnya sedikit lega. Ya, sedikit. Yeoja itu masih belum rela meninggalkan kedua adiknya.

“Lalu,” Yongri yang baru selesai menyeduh teh didapur kecil mereka berjalan mendekat, “Eonnie bagaimana? Sekolah?”

Sooyoung agak meringis mendengar pertanyaan adiknya itu. Masalah itulah yang membayanginya seharian ini. “Eonnie masih belum bisa mengambil keputusan.”

“Eiihhh…” Sungjin berdecak. “Aku sudah katakan kami baik-baik saja.”

Yongri mengangguk-anggukkan kepalanya semangat tanda setuju.

“Tapi kita juga masih punya tanggung jawab untuk membayar hutang.” Sooyoung terdengar menekankan ucapannya. “Dan harus melunasinya.”

“Arra arra.” Sungjin menyerup teh yang ada didepannya. “Kami berdua bisa menabung.”

Sooyoung tersenyum kecut. “Lalu noona hanya akan berdiam diri menunggui kalian. Begitu?”

Yongri mengerucutkan bibirnya. “Eonnie mau apa? Berhenti sekolah? Eonnie, itu beasiswa.”

“Itu sempat terpikirkan,” Sooyoung bergumam.

“Andwae!” Kedua adiknya spontan berteriak.

“Itu satu-satunya jalan!” Sooyoung tetap pada pendiriannya.

.

.

Perjalanan pulang mereka tak berbeda jauh dari perjalanan sebelumnya. Hanya saja Kyuhyun tidak perlu terburu-buru dan Sooyoung tak terlihat panik. Diliriknya sang yeoja yang terlihat tenang.

“Hei.”

Kyuhyun menoleh cepat saat mendengar panggilan Sooyoung. Terlalu cepat hingga membuatnya malu sendiri. “Hm?”

“Kau memberikan sesuatu pada Sungjin?” tanya Sooyoung sambil memiringkan tubuhnya menghadap Kyuhyun yang dia tahu sedang berkonsentrasi menyetir.

Kyuhyun agak kikuk dipandangi seintens itu. “Mmm… Ya.”

“Apa itu?”

Menjilat bibir bawahnya, Kyuhyun merasa sangat bodoh. Apa-apaan aku ini? Bukan karakterku. Rutuknya dalam hati.

“Kau tak bertanya pada adikmu sendiri?”

Sooyoung menggeleng. Membuat rambut panjangnya ikut bergerak-gerak. “Ani.”

“Tanya saja sendiri.”

Gyut

“Aw! Sakit!” Kyuhyun meraih tangan Sooyoung yang tiba-tiba mencubit sebagian daging pinggangnya. “Ganas!”

Gyut

Satu cubitan lagi. Kali ini cubitan kecil namun lebih keras. Kyuhyun meringis dan tangannya memegang erat jemari Sooyoung yang siap melancarkan serangan kembali.

“Kau bilang aku ganas?” seru Sooyoung berang.

“Kau sendiri kenapa mencubitku? Ini sakit sekali Sooyoungie,” lirih Kyuhyun. Namja itu mendekatkan tangan Sooyoung kepinggangnya.

Seakan mengerti, Sooyoung hanya terkekeh pelan seraya mengusap-usap bagian tubuh Kyuhyun yang baru saja disakitinya itu.

“Jadi,” Sooyoung masih penasaran dengan pemberian Kyuhyun. “Apa?”

“Hm?” Kyuhyun menolehkan kepalanya sebentar. Pemuda itu sedang berkonsentrasi pada jalanan. “Pistolku.”

“Eh?” Sooyoung terkejut. Gerakan tangannya terhenti. “Untuk apa?”

“Adikmu masih kecil.”

“Justru itu. Mana boleh dia memiliki benda seperti itu.”

“Ck. Maksudku supaya dia bisa menjaga dirinya dan Yongri.”

“Memangnya tidak ada hal lain yang bisa kau berikan padanya? Gembok rumah misalnya? Itu akan lebih menjaga. Atau semprotan cabe? Alat penyengat listrik? Atau-“

“Eiihh…” Kyuhyun berdecak. Telinganya panas mendengar Sooyoung bicara dengan nada menyalahkan seperti itu. “Tak ada waktu untuk mengajari Sungjin teknik berkelahiku.”

“Aku tak mengatakan cara berkelahi.” Sooyoung memukul pelan lengan Kyuhyun yang memegang setir mobil.

“Ya ya ya. Maksudku teknik pembelaan diri. Jika terjadi sesuatu.”

Sooyoung melipat kedua tangannya didepan dada. Pandangan kembali kearah jalan dengan langit sore yang kemerahan. “Kalau itu aku juga bisa.”

“Kau bisa?”

Sooyoung mengangguk. Gadis itu membenarkan posisi duduknya yang kurang nyaman. “Dulu aku pernah mempelajarinya. Akan sangat ahli jika aku terus latihan.”

“Hm?”

“Berhenti tengah jalan. Mungkin uangnya bisa kupakai untuk keperluan lain daripada membayar tenaga pengajar.”

Kyuhyun mengangguk paham. Kembali tak ada percakapan setelah itu. Sang pemuda tetap focus pada mobilnya, sedangkan Sooyoung memandang keluar jendela. Telunjuknya bergerak acak dijendela mobil Kyuhyun. Namja itu melihatnya. Entah apa yang Sooyoung tuliskan, namun Kyuhyun tahu ada symbol cinta disana.

“Sooyoung.”

“Ne?” Gadis itu menghentikan gerakannya dan menanti ucapan Kyuhyun selanjutnya.

“Jadi apa keputusanmu?”

Sooyoung menatap Kyuhyun dengan tanda tanya. “Keputusan apa?”

“Sekolah.”

“Ah,” Sooyoung mengangguk-angguk mengerti, “nanti kau juga tahu.”

Kyuhyun berdecak. “Jawab saja.”

“Tidak mau.”

Salah satu tangan Kyuhyun lepas dari setir dan mendekat pada Sooyoung. Sooyoung yang bisa membaca gelagat tak bagus segera menghindar dan memegang tangan Kyuhyun. Gadis itu tertawa. “Aku lebih cekatan darimu.”

“Ayolah.” Kyuhyun malah menautkan jari mereka. “Beritahu aku.”

Sooyoung menggeleng. “Nanti akan kuberitahu.”

Kyuhyun tak kembali bertanya. Namja itu hanya mengendalikan mobil sambil tersenyum. Tangannya terasa hangat dengan elusan dari jari Sooyoung. Kyuhyun merasa nyaman dan tenang. Tanpa tahu bahwa gadis disampingnya memandangnya dengan pandangan haru dan tersenyum lirih.

.

.

“Kami minta maaf karena tak datang kesana, Sooyoungie.” Tiffany menyodorkan secangkir teh hangat pada Sooyoung yang baru saja datang.

Sooyoung memang langsung menuju kamar Siwon dan Tiffany setelah menyimpan barangnya terlebih dahulu. “Tak apa, Tiffany. Aku mengerti.”

“Kami turut berduka cita.” Siwon yang duduk diatas tempat tidur ikut menambahkan.

“Terima kasih.”

Mereka berbincang ringan. Kebanyakan membicarakan bagaimana kehidupan keluarga Sooyoung. Sesekali gadis itu menghapus air matanya. Berusaha tersenyum meski batinnya menjerit menyerukan kerinduannya pada sang ibu. Tiffany yang mengerti membelai pelan punggung Sooyoung dan membiarkan gadis itu menangis.

Cukup lama berada disana, Sooyoung baru sadar bahwa malam telah larut. Mengingat besok dia harus menemui kepala sekolah untuk membicarakan hal penting, Sooyoung berpamitan untuk kembali kekamarnya.

Baru saja yeoja itu menutup pintu kamarnya, langkahnya terhenti. Sesosok siluet sedang berbaring ditempat tidur miliknya. Apa mungkin Yuri sudah kembali menempati kamar ini bersamanya?

Siluet itu terduduk ketika mendengar pintu kamar yang tertutup. “Hei.”

Oh, tahulah Sooyoung siapa pemilik suara itu. Yeoja itu melangkah masuk lebih dalam dan membuka sweater hangat yang dipakainya setelah sebekumnya menghidupkan lampu. “Kau disini Kyu?”

Kyuhyun mengangguk. Kembali menyamankan diri untuk berbaring. “Baru saja.”

Sooyoung melangkah masuk kekamar mandi. Membiarkan pintunya terbuka sementara dia menggosok gigi dan mencuci muka.

“Dari mana?” Kyuhyun bertanya dari tempatnya berbaring.

“Kamar Tiffany,” jawab Sooyoung singkat. Dia sedang mengusap foam kewajahnya. Merasakan sensasi dingin dan wangi lembut bersamaan.

Kyuhyun memainkan handphone Sooyoung yang sempat gadis itu lemparkan keranjang. Membaca-baca pesan yang masuk. Tak sopan memang. Tapi namja itu menikmatinya. Meski hatinya sempat panas membaca salah satu pesan dari teman laki-laki Sooyoung yang mengatakan bela sungkawa dan rindu. Setelah diamati lebih jauh pesan-pesan itu, ternyata dia adalah teman sekolah Sooyoung dulu. Lumayan melegakan.

“Apa yang kau lakukan?”

Kyuhyun meletakkan handphone Sooyoung keatas meja disamping ranjang setelah menutup aplikasi yang dibukanya. “Tak ada.”

“Mencurigakan.”

Kyuhyun tak ambil pusing. Dirapikannya selimut tebal berwarna pink lembut milik Sooyoung yang menutupi tubuhnya. Sedangkan pemilik kamar sedang membereskan kamar yang sudah ditinggalkannya beberapa hari.

“Kembalilah kekamarmu. Kau tak lelah?” Sooyoung menyusun pakaiannya kedalam lemari. Karena lemari yang digunakannya berada dibagian bawah ranjangnya, otomatis yeoja itu bisa melihat Kyuhyun yang memejamkan matanya.

“Hm.” Pemuda itu bergumam.

“Ayolah.” Sooyoung melipat kedua tangannya didepan dada. Pekerjaannya sudah selesai kini. “Aku juga lelah. Ingin istirahat.”

Kyuhyun menggeser tubuhnya hingga hampir menempel dinding kamar. “Tidur saja disini.”

Yeoja yang seharusnya punya hak penuh dikamar miliknya sendiri itu berdecak kesal. Ingin rasanya menyeret namja itu untuk keluar kamar. Masa bodoh dengan tubuhnya yang lebih kecil dari Kyuhyun.

Merasa tak ada pergerakan dan suara apapun, Kyuhyun membuka matanya. Sooyoung sedang menundukkan kepalanya. Kyuhyun pun mendekat. “Hei.”

Tangan Kyuhyun yang memegang pipinya membuat Sooyoung tersadar dan mengangkat wajahnya.

“Kau menangis lagi?” Kyuhyun menyentuh mata Sooyoung yang membengkak.

Sooyoung menjauhkan wajahnya. “Hanya sedikit.”

“Kau terlihat menyedihkan,” ejek Kyuhyun meremehkan.

Sooyoung tak menjawab apa-apa. Hanya menghela nafas berat kemudian bangkit. Mematikan lampu kamar kemudian mendorong kasar tubuh Kyuhyun yang menempati sebagian besar ranjangnya. “Minggir.”

Pemuda Cho itu terlihat senang mendapati Sooyoung berbaring disampingnya meski dia hanya bisa memandangi punggung gadis itu. Mencoba menggoda, namja itu menempelkan wajahnya dipunggung Sooyoung.

“Diam Cho. Aku lelah sekali. Mau tidur.”

Pemuda itu tak menghiraukan ucapan Sooyoung. Tangannya bergerak membetulkan selimut agar menutupi tubuh keduanya. Dengan posisi seperti ini, pikiran Kyuhyun mulai melayang. Merasa seperti pasangan muda yang baru menikah. Eh?

“soo.”

“Hm?”

“Kita seperti pengantin baru,” namja itu terkekeh.

Tak ada sahutan. Hanya dengusan yang Sooyoung keluarkan.

“Sudah bertemu Yuri noona?” tanya Kyuhyun. Meski mengantuk, tapi dia masih ingin menghabiskan waktu bersama yeoja disampingnya ini.

“Sudah.”

“Menelpon Yoona noona?”

Sooyoung mengangguk meski mungkin Kyuhyun tak bisa merasakannya. “Tadi waktu bersama Yuri.”

“Bagaimana kabarnya?”

Sooyoung membalikkan badannya. Membuat hidung Kyuhyun kini menyentuh bahu Sooyoung. “Baik-baik saja. Hanya saja jahitan lukanya kadang terasa nyeri.”

Kyuhyun menggesek-gesekkan hidung mancungnya. “Hm.”

Dengan telunjuknya, Sooyoung mendorong kening Kyuhyun menjauh. “Kekanakkan.”

Kyuhyun tak terima. Dilepaskannya tangan Sooyoung lalu kembali mendekat. “Aku lebih muda disini, Sooyoung noona.”

Sooyoung menghela pasrah saat lengan Kyuhyun memeluk pinggangnya dan kembali menggesekkan hidung kebahunya yang terbalut kaos longgar.

“Jadi tak masalah aku sedikit bermanja-manja pada yang lebih tua.”

Mungkin saat ini tak ada salahnya dia memposisikan diri menjadi pengganti Yoona untuk Kyuhyun. Mendengar deru nafas Kyuhyun yang teratur, yeoja itu yakin Kyuhyun sudah tidur terlebih dahulu. Merasa nyaman dengan posisinya, Sooyoung pun memejamkan matanya.

.

.

Koran diatas meja perpustakaan itu sudah dibukanya berulang kali. Setelah menghabiskan banyak waktu diperpustakaan sekolah, sore ini Sooyoung menghabiskan harinya didalam perpustakaan asrama. Membolak-balikkan lembaran koran didepannya. Membaca dengan teliti. Mencatat apa yang didapatnya di dalam buku kecilnya. Itulah yang dilakukannya saat ini.

“Mencari kerja memang susah,” keluh Sooyoung. Keningnya yang pegal karena sedari tadi mengernyit serius, kini tertempel ke permukaan meja. Lelah mendera yeoja itu. Percakapannya dengan kepala sekolah sesuai pelajaran tadi masih membayangi benaknya. Alot. Banyak pertimbangan yang mereka ungkapkan dan kemungkinan-kemungkinan lain perihal keputusan Sooyoung atas keberadaannya di sekolah ini.

“Eonnie?”

Sooyoung mengangkat wajahnya. Seorang hoobaenya berdiri tak jauh darinya. Setelah tersenyum, yeoja yang umurnya lebih muda dari Sooyoung itu menarik kursi tepat disampingnya. “Hai Vic.”

“Sedang apa?” Victoria melihat-lihat lembaran koran yang terbuka. Kemudian melirik buku catatan Sooyoung yang terbuka. “Ini…”

“Ya. Aku sedang mencari kerja,” ucap Sooyoung tanpa harus tahu apa yang akan yeoja itu tanyakan.

“Eh? Kerja? Bukankah sekolah tidak mengizinkan murid bekerja diluar?” Victoria membulatkan matanya bingung. “Dan eonnie, bukankah beasiswa?”

Sooyoung meringis. “Ya. Sekolah tidak memperbolehkan.”

“Lalu,” Victoria menatap Sooyoung ingin tahu. Dahinya mengernyit. Tak butuh waktu lama hingga yeoja itu menganga tak percaya. “Apa eonnie keluar dari sekolah?”

Sooyoung tersenyum miris. Apa keputusannya benar?

To Be Continue

Yeah !

disini Kyuhyun sama Sooyoung banyak banget kan nongolnya? Ini untuk penegasan. Bahwa ini adalah FF dimana KYUHYUN dan SOOYOUNG menjadi MAIN PAIR.

 



Viewing all articles
Browse latest Browse all 1445

Trending Articles



<script src="https://jsc.adskeeper.com/r/s/rssing.com.1596347.js" async> </script>